Mon. Sep 16th, 2024

Kak Seto Minta Kemkominfo Lindungi Kesehatan Mental Anak, Bersihkan Game dan Konten dari Unsur Kekerasan

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Psikolog anak Seto Mulyadi mengaku prihatin dengan dampak negatif game dan konten lain yang mengandung unsur kekerasan. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mengatakan, permainan yang bergambar kekerasan dapat menimbulkan kekerasan pada anak. .

Ibu Seto mencatat bahwa penindasan saat ini tidak hanya sekedar ejekan atau verbal, tetapi kekerasan fisik. Dalam beberapa kasus, hal ini bahkan tidak bermoral.

Seto juga mencatat kasus geng motor yang saling serang dengan kekerasan. Ia yakin situasinya sangat mirip dengan adegan atau pertunjukan di banyak game atau film.

Untuk itu, Seto berharap pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), harus segera mengambil tindakan yang berani untuk melindungi anak. Game kekerasan dan konten digital harus dibersihkan.

“Cominfo memiliki sumber daya untuk melakukan hal ini. Jangan ditunda-tunda,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diperoleh matthewgenovesesongstudies.com.

Selain unsur kekerasan, konten tidak pantas lainnya seperti pornografi dan radikalisme juga harus dijauhkan dari anak-anak. Anak memerlukan stimulasi yang positif

Pria yang akrab disapa Kak Seto ini mengatakan, anak membutuhkan stimulasi positif saat tumbuh dewasa. Hanya dengan cara inilah kita bisa mendidik anak dengan sifat-sifat yang baik seperti iman yang luhur, gotong royong, dan persatuan. Menurut Seto, karakter aktif tersebut bisa tumbuh dari konten atau sumber yang dikonsumsinya.

“Bisa apa saja, mulai dari buku, lagu, acara TV, hingga game,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/11).

Namun jika kontennya mengandung unsur kekerasan, maka anak tidak akan mengembangkan karakter positifnya. Sebaliknya, karakter jahat tumbuh.

.

.

.

.

Selain itu, psikolog Stenny Pravitasari juga menemukan bahwa game online seperti battle royale memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional anak.

“Game seperti Free Fire mengandung adegan kekerasan yang intens, termasuk perkelahian dan penggunaan senjata. Memainkan game semacam itu secara berulang-ulang akan membuat anak-anak tidak peka terhadap kekerasan dan dapat membuat mereka tidak peka terhadap konsekuensi nyata dari perilaku kekerasan.”

Banyak penelitian menunjukkan korelasi antara bermain game kekerasan dan peningkatan agresi pada anak-anak. Dalam lingkungan kompetitif seperti Battle Royale, anak-anak mungkin terlibat dalam perilaku agresif seperti mengumpat atau mengungkapkan kemarahan saat kalah dalam permainan.

“Hal ini juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan keterampilan sosial dan komunikasi anak,” tambahnya. .

.

Stanny menegaskan, pemerintah perlu lebih memperhatikan dampak game online terhadap anak. Hal ini memerlukan upaya penguatan regulasi dan pengawasan terhadap game online, khususnya game online untuk anak-anak.

“Regulasi juga penting bagi kesehatan mental dan emosional anak-anak. Akses dan regulasi terhadap konten game yang mengandung kekerasan dan tidak sesuai usia perlu diperkuat untuk melindungi generasi mendatang dari dampak yang berpotensi membahayakan.”

Ia menilai peran tidak hanya pemerintah tetapi juga orang tua sangat penting dalam melindungi kesehatan mental anak yang bermain game online. Orang tua harus terlibat aktif dalam memantau dan mengatur waktu bermain anak-anak mereka dan memberikan panduan yang tepat mengenai konten yang aman dan sesuai usia.

“Dengan pengawasan ketat pemerintah dan kerja sama orang tua melalui upaya proaktif untuk mendidik anak-anak mereka agar menggunakan game online secara bertanggung jawab, kami berharap dapat menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak-anak untuk berkembang di era digital.”

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *