Fri. Sep 27th, 2024

Kawasan Candi Muaro Jambi Bisa Lebih Hebat dari Angkor Wat

matthewgenovesesongstudies.com, Jambi – Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muyaro Jambi seluas 3.981 hektar dan merupakan kawasan konservasi terluas di Asia Tenggara. Jika revitalisasi dan pemugaran besar-besaran selesai, maka peninggalan nenek moyang di bantaran Sungai Batanghari ke depan diperkirakan akan lebih besar dari situs candi Angkor Wat di Kabupaten Muyaro Jambi, Jambi Kamboja.

“Dalam lima tahun ke depan (KCBN Muwaro Jambi), tujuan kami lebih besar dari Angkor Wat. Karena kemungkinan yang ada, kami bisa menentukan bagaimana berbagai pemangku kepentingan akan bekerja untuk menjadikannya tempat terpenting di Asia Tenggara,” kata Direktur. Kebudayaan dalam Pendidikan dan Kementerian Kebudayaan. RI Hilmar Farid di Jambi, Rabu (5/6/2024).

Usai prosesi ritual Tegak Tiang Tuo pembangunan kompleks museum di KCBN Muaro Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Hilmar menegaskan konsep penataan lingkungan sejalan dengan proses revitalisasi. Kawasan Candi Muyaro Jambi selanjutnya akan menjadi pusat pendidikan, pengetahuan dan kebudayaan bagi masyarakat setempat. 

Pepohonan yang tumbuh di antara reruntuhan bangunan candi masih tetap terjaga. Konsep revitalisasi kawasan dan rencana induk konservasi meliputi 15 bangunan pura ramah lingkungan, antara lain Pura Koto Mahligai, Parit Duku, Kedato, Alun-Alun dan lain-lain.

“Total kawasan rencana lingkungan hidup memiliki panjang 7 kilometer dan lebar 1 kilometer,” kata Hilmar.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi saat ini sedang menjalani kebangkitan besar-besaran KCBN Muaro Jambi yang memakan biaya kurang lebih Rp 1,5 triliun. Rinciannya, dana Rp1,5 triliun itu tersebar pada dua tahun anggaran, yakni Rp600 miliar pada 2023 dan Rp850 miliar pada 2024.

Selain pemugaran reruntuhan candi, pemerintah juga sedang membangun kompleks museum di atas lahan seluas 10 hektar. Fasilitas tambahan lainnya juga telah dibangun di gedung museum.

Melalui upaya tersebut, kata Hilmar, pemerintah tidak hanya berkomitmen memperbaiki infrastruktur fisik, tetapi juga mengkaji secara mendalam budaya Candi Muro Jambi yang hilang melalui penggalian benda-benda bersejarah serta menganalisis makna budaya dan sejarahnya.

“Pada akhirnya, tujuannya adalah untuk memberikan inspirasi dan pengetahuan yang menyenangkan kepada masyarakat tentang kawasan Muyaro Jumbi,” kata Hilmar. 

Hilmar menjelaskan, kawasan Candi Muro Jambi memiliki makna sejarah yang mendalam karena mewakili keunikan tradisi spiritual dan pendidikan agama Buddha di Asia Tenggara. Kompleksnya terdiri dari candi-candi tinggi dan rendah, serta stupa besar yang tingginya mencapai 27 meter, semuanya dibangun tanpa menggunakan semen atau lem modern. 

Kawasan ini merupakan rumah bagi kompleks candi Budha terbesar di Asia Tenggara, yang membentang sepanjang 7,5 kilometer di sepanjang Sungai Batanghari dan terdiri dari 8 desa tambahan.

Kini Candi Muyaro Jambi bukan sekadar destinasi spiritual. Candi Muyaro Jambi merupakan peninggalan nenek moyang masa lampau dengan kearifannya membangun kebudayaan bangsa yang besar.

Sementara itu, Gubernur Jambi Al Harris mengapresiasi proses kebangkitan tersebut. “Sesuai perintah Presiden, candi ini sedang kami bangun kembali dan dikembalikan fungsinya sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan serta akan menjadi magnet wisata utama Jambi,” kata Al Haris. 

Kini, di tengah kejayaan peradaban masa lalu dan kebangkitan besar-besaran, situs Candi Murazambi yang menyandang predikat Warisan Budaya Nasional masih terancam oleh berbagai aktivitas industri. 

Aktivis sekaligus aktivis kebudayaan Muyaro Jambi, Mukhtar Hadi mengingatkan kita bahwa kebangkitan bukan sekadar proyek. Borju – sapaan akrab Mukhtar Hadi, kebangkitan tersebut harus dibarengi dengan pengembangan sumber daya manusia di Desa Penyangga Muyaro Jambi. 

Selain itu, kebangkitan harus dilakukan sesuai dengan tradisi dan aktivitas yang dilakukan masyarakat setempat. Ia juga warga negara yang harus dijadikan subjek kebangkitan dan bukan sekedar tujuan proyek. “Jangan sampai yang namanya kebangkitan menghancurkan aktivitas warga yang sudah lama mencari dana ke pura, sehingga warga tidak menyangka bahwa mereka mewarisi warisan nenek moyang,” kata Borju. 

Borju mengatakan, alangkah baiknya jika pemerintah memikirkan untuk membuat situs Candi Muyaro Jambi lebih tinggi dari Angkor Wat. Namun, pemerintah harus ingat bahwa keberadaan cadangan batu bara di wilayah tersebut masih memberikan dampak negatif bagi wilayah tersebut.

Situs Candi Muro Jambi juga masuk dalam daftar tunggu Warisan Dunia UNESCO. Sejak diusulkan pada tahun 2009 dan dengan nomor registrasi 5.695, Cagar Budaya Murazambi belum pernah diakui sebagai Situs Warisan Dunia.

Borju mengatakan, upaya pemerintah untuk mendapatkan pengakuan UNESCO pasti akan gagal jika stok batu bara tidak dipindahkan dari kompleks pembatasan tersebut.

“Kita harus bisa melihat kenapa UNESCO belum mengakui Muyaro Jambi sebagai Situs Warisan Dunia meski sudah lama masuk daftar tunggu. Saya kira ini karena masih ada aktivitas industri yang merugikan lingkungan. UNESCO enggan,” kata Borju.

Terletak di tepian Sungai Batanghari – aliran terpanjang di Sumatera yang mengalir melalui Kabupaten Muro Jambi di Provinsi Jambi, banyak sisa-sisa peradaban kuno yang masih tersisa. Bangunan candi di Muyaro Jambi terbentang dari barat ke timur sepanjang 7,5 km di sepanjang aliran Sungai Batanghari.

Arsitektur kuno berupa candi yang digali berabad-abad yang lalu. Beberapa bangunan bobrok telah dipugar dan dibuka untuk wisatawan. Sementara itu, puluhan gundukan berisi struktur arsitektur kuno masih ada.

Keberadaan Situs Warisan Budaya Muyaro Jambi pertama kali diketahui dari laporan S.C. Crook, seorang perwira kehormatan Inggris dalam tur ke Hindia Timur pada tahun 1820. Crook menerima laporan dari masyarakat setempat yang telah menemukan bangunan kuil dan barang antik.

Banyak peneliti dan sejarawan modern yang menafsirkan sisa-sisa bangunan candi di kompleks Candi Muyaro Jambi di tepian Sungai Batanghari sebagai Mahavihara.

Kawasan ini juga konon pernah menjadi pusat pembelajaran agama Buddha pada abad VII-XIII, terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. 

Pada tahun 671 M, seorang musafir Tiongkok bernama I-Tsing atau Yi Jing mencatat ribuan biksu dari Thailand, India, Sri Lanka, Tibet, Tiongkok datang ke Muyaro Jambi untuk memperdalam ilmunya sebelum melanjutkan ke Nalanda (sekarang provinsi Bihar). di India).

Ribuan tahun yang lalu peradaban Muwaro Jambi sudah terkenal. Dalam sejarahnya, seperti ditulis oleh Suvarnadwipa Muyaro Jambi (Sudimuja), guru tertinggi agama Buddha Atisa Dipankara Srijnana tinggal dan belajar di Muro Jambi di Sumatera selama 12 tahun atau sekitar tahun 1011-1023 Masehi.

Atisa adalah tokoh penting dalam membawa gelombang kedua agama Buddha dari Tibet. Ia pernah menjadi murid guru besar Buddha, Guru Svarnadvipa, Serlingapa Dharmakirti. 

Selama di Muyaro Jambi, Atisa mempelajari Bodhi Citta (pikiran pencerahan) berdasarkan cinta dan kasih sayang kepada gurunya Serlingpa Dharmakirti. 

Situs Candi Muyaro Jambi tercatat memiliki 82 reruntuhan candi (menapo). Saat ini, banyak bangunan candi yang mengalami pemugaran dan penggalian. Diantaranya adalah Candi Gurdung, Candi Astana, Candi Kembar Batu, Candi Gedang I, Candi Gedang II, Candi Tinggi I, Candi Tinggi II, Candi Teluk, Candi Koto Mahligai dan Candi Kedatan.

Seiring dengan sejarah dan sisa-sisa peradaban masa lalu, kini tempat Muro Jambi berkembang menjadi destinasi wisata populer di Indonesia. Selain wisatawan biasa, situs Murazambi juga sering dikunjungi oleh para biksu dari berbagai negara.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *