Fri. Sep 20th, 2024

Ketua Junior Doctors Network: Indonesia Satu-Satunya Negara yang Tak Gaji Mahasiswa PPDS

matthewgenovesesongstudies.com, Hasil tes Kementerian Kesehatan RI terkait gejala depresi yang dialami 2.716 mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jakarta kini tengah menjadi perbincangan.

Dari 12.121 mahasiswa PPDS yang bekerja di 28 rumah sakit vertikal, 22,4 persennya mengalami gejala depresi.

Menurut Ketua Jaringan Dokter Muda Indonesia (JDN) Tommy Dharmawan, salah satu penyebab depresi pada PPDS adalah kurangnya pendapatan. Terkait hal ini, Tommy merekomendasikan agar peserta PPDS mendapatkan bayaran dari rumah sakit tempatnya bekerja.

Ada alasan untuk membayar spesialis medis masa depan ini.

“Mengapa gaji ini begitu penting? Karena para PPDS ini rata-rata berusia 30 tahun dan sudah menikah serta berada pada kelompok usia dewasa, sehingga mereka membutuhkan uang untuk kehidupan sehari-hari, kata Tommy dalam konferensi pers bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) secara online. pada Jumat (19/4/2024).

Ia menambahkan, PPDS di seluruh dunia mendapatkan gajinya dari rumah sakit tempatnya bekerja. Dokter spesialis masa depan di Malaysia mendapat gaji nominal sekitar Rp 15 juta. Sementara itu, Di negara maju seperti Singapura, peserta PPDS menerima S$2,650.

Pada saat yang sama, Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang tidak membayar PPDS.

“Indonesia satu-satunya negara di dunia yang tidak membayar PPDS. Padahal, Undang-Undang Pendidikan Dokter tahun 2013 menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab membayar PPDS,” jelas Tommy.

Tidak dibayarnya PPDS menjadi sumber depresi, tambah Tommy.

“Tidak dibayarkannya gaji kepada PPDS menjadi sumber keputusasaan bagi PPDS. Jadi permasalahan ini bukan sekedar masalah, namun harus ada solusinya. »

Menurut Tommy, Salah satu solusi yang dapat diterima untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membayar gaji kepada PPDS.

“Solusi pertama adalah membayar PPDS karena itulah sumber depresi mereka.”

Selain gaji Solusi kedua yang mungkin dilakukan adalah mengurangi beban kerja PPDS.

“Karena di seluruh dunia sudah ada aturan tentang jam kerja dokter. Khusus untuk PPDS, jam kerja harus kurang dari 80 jam dalam seminggu.”

Tommy memahami PPDS membutuhkan waktu istirahat yang manusiawi. Di sisi lain, butuh waktu untuk belajar.

“Pelatihan bagi PPDS bersifat magang, sehingga banyaknya jam terbang akan semakin melatih PPDS dan meningkatkan kualitas pelayanan pasien.”

“Saya menjadi PPDS sekitar 8 tahun yang lalu, jadi saya paham kalau jam kerja itu sangat manusiawi. Kalau seorang PPDS bekerja lebih dari 80 jam dalam seminggu, saya yakin dia mengantuk. Akan ada kesalahan.”

Solusi ketiga adalah mengurangi beban administratif. Di beberapa rumah sakit, beban PPDS diperparah dengan beban administrasi.

“Misalnya mencatat jumlah kunjungan atau mencatat database serta kode pelayanan BPJS, seharusnya bukan tugas PPDS.”

“Jadi saya punya 3 rekomendasi untuk depresi ini. “Setelah 6 tahun wawancara dan pengalaman menjadi PPDS di rumah sakit perguruan tinggi, rekomendasi pertama adalah gaji PPDS, kedua jam kerja yang manusiawi, dan ketiga mengurangi atau menghilangkan beban administrasi yang menimpa PPDS,” tutupnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *