Tue. Oct 1st, 2024

KPK Geledah Kediaman Anggota DPRD Jatim Terkait Kasus Suap Dana Hibah

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Tim penyidik ​​Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediaman salah satu anggota DPRD Jawa Timur terkait kasus korupsi.

Kajian tersebut dibenarkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata.

“Iya (ada penggeledahan),” kata Alex saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu (10/7/2024).

Alex mengatakan, penelitian tersebut merupakan hasil pengembangan kasus suap pengelolaan dana hibah yang melibatkan mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Sahat Tua P Simandjuntak (STPS).

Fakta tersebut pun sudah memasuki tahap penyidikan sehingga penyidik ​​melakukan upaya penelitian.

Penggeledahan merupakan salah satu kegiatan penyidikan untuk melengkapi alat bukti, kata Alex.

Namun, identitas anggota DPRD Jatim yang rumahnya digeledah tim penyidik ​​antikorupsi masih belum diketahui.

Dalam kasus korupsi Sahat, Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut pada tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim memberikan hibah untuk pengeluaran berjumlah sekitar Rp7,8 miliar kepada instansi, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan (ormas) di provinsi tersebut. Jawa Timur. Pemerintah.

Distribusi penyalurannya mencakup kelompok masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga tingkat desa. Terkait usulan dana hibah belanja, ini merupakan pemaparan aspirasi dan saran dari anggota DPRD Jatim, salah satunya Sahat.

Sahat menawarkan bantuan dan mempercepat usulan pemberian dana hibah dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang sebagai uang muka atau disebut juga dengan obligasi utang. Abdul Hamid kemudian menerima tawaran tersebut.

Sahat diduga mendapat bagian sebesar 20 persen dari nilai uang hibah yang seharusnya disalurkan, sedangkan Abdul Hamid mendapat bagian sebesar 10 persen. Besaran subsidi khususnya pada tahun 2021 dan 2022 disalurkan masing-masing sebesar Rp40 miliar.

Agar Pokmas dapat kembali menerima alokasi dana hibah tahun 2023 dan 2024, Abdul Hamid kembali menghubungi Sahat dan menyetujui pemberian bonus sebesar Rp 2 miliar.

Sahat juga dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dalam kasus korupsinya dan divonis 9 tahun penjara.

Ia terbukti melanggar Pasal 12 dan Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hakim pun memperberat hukuman Sahat dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan. Setelah itu, hakim memerintahkan Sahat membayar kerugian negara senilai €39,5 miliar.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *