Wed. Sep 25th, 2024

Mahfud soal Putusan MK: Sepanjang Sejarah, Baru Hari Ini Ada Dissenting Opinion

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Calon wakil presiden (cawapres) no. 3, Mahfud MD menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (CJ) atas perselisihan hasil pemilu merupakan langkah awal konstitusi sejak saat itu.

“Dalam sejarah, hari ini ada dissenting opinion, baru hari ini ada dissenting opinion, sejak dulu tidak pernah ada dissenting opinion, karena biasanya berkonsultasi dengan hakim, karena mereka adalah orang-orang kita. Apa pun posisinya, kita harus begitu. sama,” kata Mahfoud di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).

“Dibicarakan sampai sama, mungkin tidak bisa disamakan, jadi ini beda pendapat, pertama dalam sejarah Konstitusi,” lanjutnya.

Selain itu, Mahmood mengaku puas dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa pemilu presiden. Ia mengatakan pihaknya menerima hasil putusan Mahkamah Konstitusi.

Katanya kita terima, demi stabilitas hukum, karena stabilitas hukum artinya harus benar ketika undang-undang dibuat, ketika undang-undang diterapkan harus benar, ketika keputusan diterima juga harus benar. dimainkan oleh para pemain sebagaimana mestinya.

“Jadi konflik sudah selesai, seharusnya sudah selesai,” tambah Mahmoud.

Sebelumnya, tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terhadap putusan sengketa Pilpres 2024.

Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden (PHPU) Presiden 2024 yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden no. 1 Anis Basvidan-Mohimin Iskandar diajukan, namun ditolak Badan Tertinggi Perlindungan Konstitusi.

Artinya, keputusan mahkamah konstitusi tidak bulat. Tiga hakim yang berbeda pendapat adalah Saldi Isra, Annie Nurbaningsiah, dan Arif Hidayat.

Terkait putusan Mahkamah Konstitusi, terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari tiga hakim konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Annie Noorbeningseh, dan Hakim Konstitusi. Hakim Konstitusi Arif Hidayat, Ketua MK Suhartiv, membacakan putusan di ruang sidang MK, Senin (22/4).

Dalam sidang yang digelar pukul 09.00 WIB, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menegaskan, Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangannya sebagaimana diatur dalam pasal 24C ayat (1) UUD 1945 hanya dapat Jangan perhatikan. Review hasil statistik atau penghitungan suara.

Mahkamah Konstitusi juga berwenang menguji hal-hal lain terkait tahapan pemilu yang mempengaruhi penetapan suara sah hasil pemilu, kata Saldi.

Saldi menjelaskan, lembaga lain yang mempunyai yurisdiksi terhadap pemilu, seperti Badan Pengawas Pemilu (BAWASLO) dan Satgas Pengawasan Pemilu (GAKMDO), harus menggunakan kewenangannya untuk memastikan pemilu berlangsung adil, adil, dan transparan.

Namun demikian, meskipun demikian, Mahkamah harus menegaskan bahwa, sebagai lembaga yang secara konstitusional berwenang mengadili perselisihan hasil pemilu seperti Pemilu 1945 sebagaimana tercantum dalam Pasal 24C ayat (1) UUD, hal tersebut sebenarnya tidak tepat. Dan tidak tepat jika pengadilan dijadikan acuan untuk menyelesaikan segala persoalan yang timbul selama pelaksanaan tahapan pemilu,” ujarnya.

Menurut Saldi, lembaga yang berwenang menyelenggarakan pemilu, seperti Bawaslu dan Gakkumdu, sebaiknya menjalankan kewenangannya dengan lebih baik agar pemilu berlangsung jujur, adil, dan berintegritas.

Saldi juga menegaskan, lembaga politik seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak melepaskan tanggung jawabnya terkait pemilu. DPR harus menjalankan fungsi konstitusionalnya, termasuk pengawasan dan pelaksanaan hak-hak konstitusional, seperti hak campur tangan, hak penyidikan, dan hak menyampaikan pendapat, untuk memastikan bahwa seluruh tahapan pemilu telah sesuai dengan ketentuan konstitusi. . .

“Lembaga politik seperti DPR tidak bisa ditutup begitu saja, sehingga harus menjalankan fungsi konstitusionalnya sejak awal.” Pengawasan dan pelaksanaan hak konstitusional yang berkaitan dengan kedudukannya seperti hak intervensi, hak penyidikan. dan hak mengeluarkan pendapat untuk menjamin seluruh tahapan pemilu dapat dilaksanakan sesuai dengan Pasal 22A Ayat (1) UUD 1945,” imbuhnya.

Selain Saldi, Hakim MK Annie Noorbeningseh yang juga menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) mengatakan sebaiknya MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah untuk menjamin pemilu berlangsung jujur ​​dan adil. Prinsip yang dijamin oleh UUD 1945.

“Untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur ​​dan adil sebagaimana dijamin UUD 1945, maka pengadilan harus memerintahkan dilakukannya pemungutan suara ulang di berbagai daerah pemilihan,” kata Annie.

Annie juga mencatat bahwa argumen yang dikemukakan Inis-Mohamine dalam petisinya sebagian besar masuk akal secara hukum. Mereka mengklaim bahwa di banyak daerah terdapat bias dalam pemberian bantuan sosial (Banso), yang digunakan untuk mempengaruhi hasil pemilu.

“Adanya ketidakberpihakan yang diyakini salah satunya terkait dengan pemberian bantuan sosial yang terjadi di banyak daerah,” kata Annie.

Wartawan : Alma Fikhasari/Merdeka.com

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *