Fri. Sep 20th, 2024

Melihat Pilihan Investasi di Tengah Konflik Israel-Iran hingga Inflasi AS

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Sejumlah sentimen negatif akan memberikan tekanan pada pasar keuangan Indonesia, khususnya indeks harga saham (IHSG). Meski demikian, Syailendra Capital melihat investor bisa menempatkan dananya di sejumlah aset investasi.

Dalam riset Syailendara Capital, ada sejumlah hal yang patut diwaspadai investor, terutama pasca libur panjang Idul Fitri 2024. 1. Inflasi masih panas di Amerika Serikat.

Rilis data inflasi AS Maret 2024 kembali di luar ekspektasi. Inflasi tahunan tercatat sebesar 3,5% y/y (vs. Februari: 3,2% vs. konsensus: 3,4% y/y).

Sementara itu, inflasi bulanan tercatat sebesar 0,4% (bertentangan dengan konsensus: 0,3% dunia).

Sementara itu, inflasi inti tercatat sebesar 3,8% y/y (dibandingkan konsensus: 3,7% y/y). Situasi ini menyebabkan perubahan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang diperkirakan akan tertunda hingga kuartal III 2024 mulai Juni 2024.

“The Fed masih cenderung mempertahankan suku bunganya sampai ada sinyal jelas bahwa perekonomian AS tumbuh negatif atau inflasi kembali ke tingkat yang ditargetkan The Fed.”

Salah satu risiko inflasi adalah tingkat produktivitas tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata jangka panjang. Hal ini dapat memberikan tekanan pada upah. 2. Ketegangan geopolitik Israel-Iran semakin meningkat 

Serangan Iran terhadap Israel yang dimulai pada Sabtu, 13 April 2024, terus memanas hingga saat ini sehingga menyebabkan koreksi pada aset berisiko seperti saham dan mata uang kripto.

Di sisi lain, aset safe-haven seperti emas tetap diminati, menghasilkan rekor tertinggi di atas $2,400/oz. Selain itu, harga minyak Brent menguat hingga 92 dolar per barel.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kenaikan inflasi global, khususnya posisi Indonesia sebagai net importir, demikian dikutip dari riset Syailendra Capital.

Di sisi lain, ada beberapa hasil di pasar keuangan Amerika Serikat (AS) pada Senin 15 April 2024. Pertama, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun mendekati 4,6 persen dari 4,2 persen sebelum akhir. Bulan Maret 2024. Kedua, indeks dolar AS terus menguat hingga mencapai 106 pada akhir Maret 2024 dari sebelumnya 104.

Hal inilah yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah hingga ke Rp 16.180/USD saat ini.

Ketiga, pelemahan ketiga indeks acuan saham AS dan penurunan terdalam terjadi pada indeks Nasdaq yang mencapai 1,65 persen. Pasar keuangan juga akan terpengaruh

“Menyikapi rangkaian sentimen negatif tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa pasar keuangan Indonesia juga akan terkena dampak negatifnya, khususnya IHSG,” demikian bunyi studi tersebut.

Di tengah sentimen tersebut, investor masih dapat mengalokasikan dananya pada aset berisiko rendah, yakni reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang.

Selain itu, koreksi sementara ini juga dapat menjadi peluang bagi investor untuk meningkatkan porsi investasinya pada aset berisiko untuk investasi jangka panjang.

Diberitakan sebelumnya, Syailendra Capital mencatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengungguli aset lainnya yakni obligasi korporasi, obligasi pemerintah, dan pasar uang selama Ramadhan. Selama 10 tahun terakhir, yakni 2014 hingga 2023, kinerja IHSG telah mengungguli aset lainnya sebanyak lima kali lipat.

Dalam laporan Riset Syailendra bertajuk Warisan Ramadhan: Wawasan Investasi yang dikutip Minggu (17/3/2024), rata-rata kinerja IHSG sebesar 1,31 persen. Angka tertinggi dicapai pada tahun 2014 yang mencapai 5,03 persen. Sementara itu, angka terendah IHSG tercatat pada tahun 2019 dengan penurunan sebesar 1,75 persen.

Indikator negatif IHSG terpantau pada Ramadhan 2015 dan 2019. Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi masing-masing sebesar 4,79 persen dan 4,97 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi melambat antara minus 2,1 persen hingga 3,7 persen pada tahun 2020-2021 akibat COVID-19.

Di tengah kinerja IHSG selama Ramadhan, emiten berkapitalisasi pasar besar mendominasi IHSG dengan minim pelemahan selama Ramadhan 2019-2023.

Selama Ramadhan 2024, restock terus dilakukan dari tahun 2022 hingga saat ini. Pada tahun 2024, pemerintah akan mengeluarkan berbagai bantuan sosial (banso) dengan harapan dapat merangsang aktivitas konsumsi masyarakat sebagai katalisnya. Selain itu, anggaran bantuan sosial pada tahun 2024 meningkat menjadi Rp 493,5 triliun. Bansos tersebut meliputi BLT El Nino, Bansos Beras, Program Keluarga Harapan (PKH), Program Bantuan Non Tunai (BPNT) dan Program Indonesia Pintar (PIP).

Berdasarkan jumlah penerima manfaat, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), bantuan sosial beras dan BPNT, serta program Indonesia Pintar menjadi prioritas.

Di sisi lain, selama Ramadhan, pakaian menjadi barang yang paling banyak dibeli konsumen sebesar 81 persen, disusul peralatan rumah tangga sebesar 64 persen, sepatu sebesar 41 persen, produk kecantikan sebesar 30 persen, dan elektronik sebesar 20 persen.

Melihat hal tersebut, Syailendra Capital melihat peluang investasi pada reksa dana berbasis indeks saham yaitu Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund (SMSCI).

Sedangkan SMI fokus berinvestasi pada emiten blue chip dengan pendekatan value investment yaitu price-to-earnings (P/E) rendah, P/B rendah, dan imbal hasil dividen tinggi. di sektor e-banking dan elektronik konsumen) telah mengimplikasikan imbal hasil dividen masing-masing sebesar 4,84 persen dan 8,20 persen,” tulis Sialendra.

Lalu mengapa SMSCI?

Menurut Sialendra, ada dua sektor di SMSCI yang memiliki bobot lebih tinggi dibandingkan IHSG, yaitu sektor infrastruktur khususnya telekomunikasi dan sektor konsumen baik cyclical maupun non-cyclical.

“SMSCI secara konsisten mengungguli IHSG dan MSCI. Tracking error juga terjaga <2 persen mengingat bobot masing-masing saham di SMSCI ditetapkan minimal 80% dan maksimal 120% dari bobot MSCI.” indeks nilai"

Sebelumnya diberitakan, Iran melancarkan serangan ke Israel sebagai respons atas serangan terhadap kedutaan Iran di Damaskus, ibu kota Suriah. Akibat serangan ini, apa pengaruhnya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)? 

Eisenhower Fellows Ekonom Indonesia Bambang S. Brojonegoro menjelaskan, sentimen utama yang menggerakkan pergerakan IHSG saat ini adalah tingginya suku bunga The Fed.

“Kita lihat IHSG dulu ramai dengan Iran dan Israel, kendala utamanya suku bunga tinggi yang lebih mempengaruhi IHSG. Jika keputusan The Fed tidak sejalan dengan pasar, maka modal akan mengalir. Akan ada “dua instrumen di Indonesia, yaitu SBN dan ekuitas,” kata Bambang dalam webinar ngobrol menarik mengenai dampak konflik Iran-Israel terhadap perekonomian Indonesia di Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4). /2024).

Bambang menjelaskan, pemegang saham asing IHSG terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok jangka panjang dan jangka pendek atau hit and run. Menurut dia, dalam kondisi saat ini, kelompok jangka pendek memindahkan asetnya ke safe haven seperti dolar AS atau obligasi AS. 

“Saya melihat tekanan yang lebih besar terhadap IHSG, namun tekanan tersebut juga disebabkan oleh dampak kenaikan suku bunga.” “Jika melihat dampak konflik Iran-Israel, maka pencarian dolar AS dan obligasi Treasury akan terus berlanjut sehingga memberikan tekanan pada IHSG karena masyarakat memilih dolar AS,” jelasnya. 

Namun, menurut Bambang, dengan banyaknya emiten besar yang membagikan dividen, hal tersebut diharapkan dapat meringankan tekanan terhadap IHSG. 

 

 

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *