Thu. Sep 19th, 2024

Melihat Prospek Saham INCO Usai Rilis Laporan Keuangan 2023

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membukukan angka pendapatan dan laba positif pada tahun 2023. Lantas apa saja rekomendasi saham INCO pasca laporan keuangan 2023?

PT Vale Indonesia Tbk mencatat pendapatan sebesar $1,23 miliar pada tahun 2023. Pendapatan perusahaan naik 4,47 persen dari tahun ke tahun menjadi $1,17 miliar.

Pada saat yang sama, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik organisasi induk meningkat sebesar 36,89% menjadi sebesar 274,33 juta dolar pada tahun 2023, dibandingkan dengan 200,40 juta dolar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Analis PT MNC Sekuritas Alif Ihsanario melaporkan dalam catatan penelitian tertanggal 20 Februari 2024 bahwa pendapatan Vale Indonesia pada tahun 2023 akan mencapai $1,23 miliar, dibandingkan dengan perkiraan $1,20 miliar. Pendapatan mencerminkan 101,9 persen perkiraan.

Peningkatan pendapatan sebesar 4,5 persen ditopang oleh produksi yang solid. Produksi nikel matte perseroan tercatat 70.728 ton, meningkat 18% dibandingkan produksi tahun 2022 sebesar 60.090 ton. Hal ini juga didukung dengan pelaksanaan pemeliharaan yang baik selama tahun 2023.

Sementara itu, harga jual rata-rata (ARP) INCO mencatat koreksi 10,4 persen year-on-year menjadi $17.300 per ton pada tahun 2023 dari $19.300 per ton pada periode 2022. Penurunan harga yang besar terjadi pada kuartal keempat tahun 2023, dengan harga nikel global mengalami tekanan pada akhir tahun 2023.

Selain itu, laba bersih mencapai $274,3 juta, kata Alif, mengalahkan perkiraan $221,2 juta, meskipun ASP pada tahun 2023 turun 10,4 persen dari tahun ke tahun.

Lantas bagaimana prospek saham INCO?

Dalam risetnya, Alif mengatakan permasalahan yang dihadapi produsen nikel saat ini adalah kelebihan pasokan. Situasi ini konsisten dengan upaya agresif yang dilakukan di Indonesia di bawah ini.

“Ketika rantai pasokan mengalami kemacetan dan perekonomian Tiongkok melambat, harga-harga anjlok. Masalahnya adalah kelebihan pasokan setidaknya sampai tahun 2025, ketika permintaan sudah cukup pulih untuk menyerap pasokan yang masuk,” tulis Alif.

Selain itu, kata Alif, ada kekhawatiran penurunan permintaan nikel karena semakin banyaknya industri kendaraan listrik yang lebih memilih baterai lithium perphosphate (LFP) yang lebih murah dan memiliki siklus hidup lebih lama serta risiko lebih rendah.

Berbagai Fastmarker, sumber ARK Investment mencatat bahwa baterai LFP akan menjadi semakin populer di masa depan. “Pada tahun 2033, baterai LFP akan mendominasi 48% pangsa pasar gabungan kendaraan listrik, sistem penyimpanan energi (ESS) dan elektronik konsumen (CE), disusul baterai NMC sebesar 43%,” tulis Alif.

Alif mengatakan pasar kendaraan listrik di wilayah barat masih menyukai bahan kimia NMC mengingat kekhawatiran jangkauannya. Menurut McKinsey, sel NMC811 sudah memiliki biaya bahan baku yang mirip dengan LFP. Selisih harga yang lebih besar sudah sepantasnya dibebankan pada premi harga, termasuk produksi, biaya penyusutan, premi nilai tambah, dan keuntungan.

Pada tahun 2021, biaya bahan baku sel NMC811 akan mencapai 80 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan LFP yang sebesar 35 persen. Apakah harga premium akan turun secara signifikan tergantung pada pelonggaran kebijakan IRA di masa depan, dengan mempertimbangkan dampak FEOC.

Dari sisi harga saham, Alif melihat harga saham INCO mengungguli pesaingnya sejak tahun 2020, apalagi dengan harga logam yang lebih rendah di tahun 2022.

“Apa yang kami lihat dalam beberapa bulan terakhir, dalam pandangan kami, adalah konsolidasi harga saham INCO terhadap indeks komposit sejenis, terutama didorong oleh melemahnya fundamental nikel,” kata Alif.

Menurutnya, hal tersebut membuka peluang diskon 23,3% terhadap strike price atau Rp3.070 per saham terhadap TTM PBV INCO sebesar 0,95x atau diskon 31,3% terhadap rata-rata TTM PBV perusahaan pertambangan nikel sebesar 1,06x.

Namun koreksi harga saham INCO mungkin terlalu agresif dibandingkan peers, ujarnya.

Hal ini tercermin dalam diskon relatif terhadap TTM EV/EBITDA sebesar 3,6x vs. 6x, serta konsensus EBITDA EV sebesar 4,8x vs. 6,7x pada tahun 2024.

 

MNC Sekuritas merekomendasikan saham INCO untuk Hold dengan target harga Rp 3.850 per saham karena Underperform di tahun 2024. Alif mengatakan, hal ini seiring dengan tekanan terhadap harga nikel akibat kelebihan pasokan. Target harga tersebut mengasumsikan EV/EBITDA sebesar 9,5x dan PBV sebesar 0,9x pada tahun 2024.

Alif juga mengatakan, sejumlah risiko yang dihadapi perseroan antara lain tertundanya proyek, guncangan harga nikel, volatilitas harga batu bara, dan proses penjualan saham.

Sementara itu, pendiri Project WH William Hartanto mengatakan saham INCO masih memiliki masa depan yang menarik. Salah satu faktor pendorongnya adalah harga nikel. William mengatakan, harga nikel berdampak besar terhadap pergerakan saham INCO.

“Anda tinggal menunggu momentumnya karena masih dalam tekanan jual. Kalau bisa bertahan di area 3.500-3.220 itu akan menjadi area pembelian yang lemah,” kata Liputan6 saat dihubungi. com melalui pesan singkat.

 

Penafian: Keputusan investasi apa pun ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis saham sebelum membeli dan menjual. matthewgenovesesongstudies.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *