Thu. Sep 19th, 2024

Menyimak Dalil Hukum Islam tentang Pemakaian Hijab bagi Muslimah

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Kasus dugaan diskriminasi di RS Medistra Jakarta yang dituduh membatasi penggunaan hijab bagi dokter dan perawatnya membuat resah masyarakat. Jilbab diartikan sebagai kain lebar yang dikenakan oleh wanita beragama Islam untuk menutupi kepala dan leher hingga dada.

Kontroversi penggunaan hijab bagi wanita muslim, dilansir NU Online, Senin (2/9/2024), tertuang dalam Surat An-Nur ayat 31 yang artinya, “Dan Muhammad bersabda kepada wanita-wanita yang beriman, hendaklah mereka Menurunkan pandangan, menjaga aurat, tidak memperlihatkan perhiasannya kecuali yang terlihat olehnya, dan hendaknya mereka memasangkan cadar pada kerah jubahnya (kira-kira antara ujung cadar dan bagian bawah jubahnya, tanpa menyisakan sedikitpun). ruang di mana tingkat leher mereka dapat terlihat).

Berkaitan dengan hal tersebut, Ibnu Asyur menjelaskan, jika perhiasan dalam surat An-Nur ayat 31 diartikan sebagai zina muktasabah, maka itu adalah perhiasan yang bisa ditanamkan, seperti cat kuku, perhiasan yang tidak termasuk dalam ayat tersebut dan boleh dipamerkan oleh wanita. adalah perhiasan yang merupakan bagian tubuh wanita yang tidak ditutupinya, yaitu wajah, telapak tangan, dan telapak kaki.

Namun jika perhiasan dalam surat An-Nur ayat 31 diartikan sebagai zina khilqiyyah, maka itu adalah perhiasan bawaan. Dari Lahir: Seluruh Tubuh, Perhiasan Yang Tidak Termasuk dalam Ayat dan Wanita Dapat Menunjukkannya adalah wajah, telapak tangan, dan ada pula yang berpendapat dengan telapak kaki dan rambut.

Mengenai penggunaan jilbab, Ibnu Asyur berkata, “Sesungguhnya bagian tubuh wanita merdeka yang wajib ditutupi adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut di depan suaminya; dan selain wajah dan athraf atau bagian tubuh lainnya di hadapan mahramnya.”

 

“Athraf artinya lengan, rambut, dan dada bagian atas. Di hadapan bapaknya, ia boleh memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain, kecuali mughallazhah (dua alat kelamin). .” (In-Tahir Al-Haddad, Imra’atuna fis Syari’ah wal Mujtama, [Kairo-Beirut, Darul Kitab Al-Mishri dan Darul Kitab Al-Lubnani: 2011 M], halaman 93-116).

Perdebatan tentang kewajiban berhijab bagi wanita muslimah bermuara pada Al-Quran surat Al Ahzab ayat 59. “Wahai Nabi, katakanlah kepada suamimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan kepalanya ke seluruh tubuh.’ agar mereka lebih mudah dikenali, agar tidak diganggu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Terkait kasus dugaan diskriminasi hijab di RS Medistra yang dilansir saluran Kesehatan matthewgenovesesongstudies.com, Senin (2/9/2024), pertama kali diungkap oleh dokter spesialis bedah onkologi Diani Kartini. Surat pernyataan yang dikirimkan ke rumah sakit kini viral di media sosial.

Dalam surat yang dimaksud, Diani mempertanyakan syarat busana Ysbyty Medistra. Salah satunya disebut soal larangan berhijab.

Saya ingin menanyakan tentang syarat pakaian di RS Medistra. Beberapa waktu lalu asisten saya dan juga kemarin saudara saya mendaftar sebagai dokter keluarga di RS Medistra,” kata Diani dalam surat yang ditulis, Kamis, 29 Agustus 2024 .

“Kebetulan sama-sama berhijab. Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara, meminta penampilan dan RS Medistra adalah rumah sakit internasional, sehingga muncul pertanyaan apakah mereka bersedia melepas hijab jika tidak. diterima.”

Diani pun mengungkapkan kekecewaannya karena masih ada isu rasial yang dilontarkan di dalam rumah sakit ternama di Jakarta Selatan itu. “Saya sangat menyayangkan masih ada pertanyaan rasis saat ini. Katanya Ysbyty Medistra berstandar internasional tapi kenapa masih rasis?”

“Salah satu RS di Jakarta Selatan yang lebih ramai dibandingkan RS Medistra ini memperbolehkan seluruh pegawainya termasuk perawat, dokter keluarga, dokter spesialis, dan subspesialis untuk berhijab,” jelas Diani.

Diani menyarankan, jika RS Medistra diperuntukkan bagi kelompok tertentu, sebaiknya ditulis dengan jelas sejak awal. “Jika Ysbyty Medistra benar-benar rumah sakit untuk kelompok tertentu, sebaiknya ditulis dengan jelas bahwa Ysbyty Medistra untuk kelompok tertentu agar jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien.”

“Sangat disayangkan saat wawancara muncul pertanyaan yang menurut saya rasis. Apakah ada standar ganda dalam cara berpakaian perawat, dokter keluarga, dokter spesialis dan sub spesialis di RS Medistra? Terima kasih .perhatian,” kata Diani.

Surat ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Sedikit menyayangkan tudingan rasisme di lingkungan rumah sakit. Salah satu pembicara adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis. Melalui cuitan di akun X, dulu Twitter, pria bernama Kiai Cholil Nafis itu menyebut rumah sakit tersebut fobia hijab. 

“Rumah sakit yang masih hijab fobia seperti ini sebaiknya tidak dibuka di Indonesia karena kita mandiri dan menjamin kebebasan menjalankan ajaran agama kita. Mohon pihak berwajib mengusut kasus rumah sakit tersebut agar tidak “n menetapkan a preseden buruk,” tulisnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *