Sun. Sep 8th, 2024

Ombudsman Diminta Lakukan Evaluasi terkait Investasi dan Izin Starlink di Indonesia

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka-bukaan soal nilai investasi Elon Musk pada layanan internet satelit Starlink.

Dalam rapat pimpinan dengan Komisi VII DPR RI, ia mengungkapkan nilai investasi Starlink tergolong kecil, dengan jumlah tenaga kerja hanya tiga orang.

Berdasarkan data OSS (Online Single Submission), investasi Starlink sebesar Rp 30 miliar. Tenaga kerjanya terdaftar tiga orang,” jelas Bahlil, dikutip saluran bisnis matthewgenovesesongstudies.com pada Jumat (14/6/2024).

Menyoal pernyataan Menteri Bahlil, pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansa menilai besaran investasi jasa VSAT tertutup telekomunikasi (JARTUP VSAT) dan Penyedia Jasa Internet (ISP) untuk menjalankan kegiatan usaha tidak proporsional.

“Apakah modal tersebut cukup untuk membangun bisnis JARTUP VSAT dan ISP?” Padahal industri telekomunikasi memiliki karakteristik CAPEX yang tinggi dan biaya yang tinggi. Apakah masuk akal jika hanya membutuhkan 3 karyawan? Menurut pandangan saya. Itu benar-benar mustahil,” jelasnya.

Trubus mempertanyakan efektivitas pertemuan Presiden Joko Widodo dan Menteri Luhut dengan Elon Musk di AS karena minimnya investasi Starlink. Apalagi, investasi Tesla di Indonesia belum terealisasi.

“Masa investasi Starlink lebih sedikit dibandingkan pengusaha ISP dan jumlah karyawan di Indonesia lebih sedikit dibandingkan ISP kecil di Indonesia. Untuk menyediakan akses Internet di wilayah 3T (nyaman, perbatasan dan terpencil), Cominfo juga memiliki satelit SATRIA,” ujarnya.

Seperti diketahui, untuk meluncurkan layanan telekomunikasi JARTUP VSAT dan izin ISP seperti yang dilakukan Starlink, dibutuhkan modal lebih dari Rp 30 miliar.

Selain itu, untuk melayani seluruh wilayah Indonesia, Starlink perlu menggunakan setidaknya 9 stasiun bumi sebagai hub. Investasi minimum untuk membangun 1 stasiun darat milik BAKTI Cominfo pada proyek SATRIA adalah USD 5 juta atau sekitar Rp 81,7 miliar.

 

Untuk beroperasi dan melayani seluruh wilayah Indonesia, setidaknya Starlink membutuhkan lebih dari tiga Network Operation Center (NOC).

Sebuah NOC membutuhkan minimal 15 pekerja per hari (3 shift). Nilai investasi NOC tidak kurang dari USD 1 juta (sekitar Rp 16 miliar).

Menurut Trubus, jika kantor NOC dan Starlink menggunakan layanan virtual, maka investasi €30 miliar yang disebutkan Menteri Bahlil bisa terealisasi. Semua kontrol dilakukan dari kantor pusat mereka.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mewajibkan seluruh penyelenggara telekomunikasi baik VSAT maupun ISP memiliki NOC fisik di Indonesia.

Tujuannya untuk memudahkan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam melakukan pengawasan yang sah. Selain itu, terdapat NOC fisik di Indonesia untuk menjamin keamanan data pribadi masyarakat.

Minimnya modal dan mudahnya memperoleh izin tanpa melihat kewajaran nilai investasi di perusahaan telekomunikasi membuktikan bahwa Cominfo telah mengabaikan prosedur (dugaan kuat adanya maladministrasi), kata Trubus.

Untuk mendapatkan izin, seluruh pelaku usaha telekomunikasi harus memenuhi persyaratan administratif dan kepatuhan sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut, ujarnya.

“Jika dokumennya sudah cukup, tetapi persyaratannya belum lengkap, maka Cominfo tidak boleh bekerja sama dengan Starlink,” tegas Trubus.

 

Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dan Cominfo, Trubus meminta Ombudsman mengevaluasi penerbitan izin Starlink.

Menurut Trubus, rencana Cominfo menunjuk direktorat regulasi untuk mengkaji aktivitas bisnis Starlink tidaklah cukup.

“Saat ini masyarakat sudah tidak lagi mempercayai Cominfo karena bertindak sebagai juru bicara Starlink. Investigasi dan evaluasi izin Starlink harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Ombudsman, APH dan asosiasi,” ujarnya.

“Menteri Komunikasi dan Informatika juga tidak bisa menghilangkan kemacetan ini.” Mereka harus mempertanggungjawabkan dan membuktikan bahwa pengajuan izin Starlink tidak sesuai klaim,” tambah Trubus.

Agar tidak mengulangi kekacauan di masa depan, pemerintahan berikutnya yang dipimpin oleh Presiden baru terpilih, Prabowo Subianto, harus menerapkan aturan yang jelas mengenai Orbit Non-Geostasioner (NGSO).

“Tidak ada pengecualian terhadap aturan keamanan digital dan wilayah Indonesia. Sebab, ke depan akan banyak model bisnis lain seperti Starlink yang masuk ke Indonesia,” pungkas Trubus.

 

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *