Thu. Sep 19th, 2024

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Ketergantungan terhadap Internet dalam kehidupan sehari-hari dan aktivitas pemerintahan akan semakin meningkat, begitu pula dengan ancaman serangan Internet dalam bentuk apapun, termasuk tebusan (pembajakan Internet).

Pembajakan dunia maya berbeda dengan pembajakan yang dapat dicegah dengan mengutamakan keamanan. Pembajakan dunia maya atau ransomware tidak terlihat dan serangan dilakukan dari seluruh dunia!

Semakin banyak sistem keamanan siber yang diterapkan, ransomware akan semakin canggih! Dan hal ini membuat banyak organisasi pengguna Internet, seperti perusahaan industri dan jasa serta organisasi nirlaba menjadi korban, karena mereka hanya pengguna, bukan pengembang perangkat lunak.

Mereka tidak terampil sebagai hacker, mereka kebanyakan adalah anak muda yang belajar dan bergerak cepat. Apalagi dibandingkan dengan organisasi pemerintah atau birokrat yang umumnya lamban dan tidak termotivasi.

Umumnya, peretas membobol server dan sistem internal, mengekstrak (memilih) informasi penting, kemudian meminta kompensasi (tebusan) dalam bentuk cryptocurrency dan menerima uang dalam mata uang Tiongkok.

Dalam perang siber, serangan dilakukan dengan menonaktifkan (mematikan) sistem operasi utilitas penting, seperti listrik, distribusi minyak, dan sistem perbankan. Rusia telah melakukan hal ini dengan memutus aliran listrik di Ukraina.

Selain itu, sulit bagi kami untuk mengidentifikasi sumber serangan karena alamat IP (Internet Protocol) (alamat penyerang) yang sensitif. Peluang bisnis ransomware menjadi semakin menantang di era digital.

Bahkan Korea Utara, yang berada di bawah sanksi Barat, terus membangun pasukan yang disebut sebagai pejuang siber.

Akademi Militer Miri dan Kim Il Sung melatih 1000 prajurit cyber setiap tahun. Umumnya mereka menyerang perusahaan besar dan UKM serta organisasi besar di Korea Selatan.

Menurut kantor berita Korea Selatan, jumlah yang dikeluarkan untuk pembayaran pembelian pada tahun 2020 adalah USD 1,8 miliar (sekitar Rp 30 triliun), meningkat 18 kali lipat dalam 5 tahun.

Menurut Komite Sanksi Korea Utara PBB, Korea Utara mendapat sekitar $316 juta per tahun sebagai uang tebusan. Jumlah ini belum bisa diverifikasi karena memerlukan kerja sama dengan China (Sumber riset Nikei Asia).

Peningkatan pembajakan internet juga terjadi di Inggris. Lebih dari 2,3 juta serangan akan terjadi di Inggris pada tahun 2023. Perusahaan di seluruh dunia juga menjadi sasaran ransomware, termasuk; Produsen mobil Jepang menutup pabriknya di Ohio dan Brazil selama 3 hari.

Selain itu, operasional Honda di beberapa negara yakni Jepang, Turki, Italia, dan Inggris pun terganggu. 2020 Picanol, produsen tekstil asal Belgia, terpaksa menutup operasinya di China dan Eropa.

Di Australia, bahkan perusahaan baja terbesar Blue Scope terkena serangan ransomware. Fresenius, perusahaan pengelola rumah sakit terbesar di Eropa, mengalami serangan siber yang menghentikan layanan dialisis bagi pasien di rumah sakit tersebut!

Serangan meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Kerugian finansial akibat ransomware meningkat 270 persen dalam 3 bulan tahun 2020 menjadi 8,4 miliar USD (140 juta).

Angka ini sebenarnya jauh lebih tinggi karena sebagian besar perusahaan di dunia yang terkena dampak ransomware tidak melaporkan kasus mereka dan lebih cenderung membayar uang tebusan. Sebab hal ini dinilai lebih menguntungkan dibandingkan merugi pasar, dan anjloknya harga saham serta keutuhan usahanya masih lebih besar dibandingkan jumlah uang yang diminta untuk pembelian tersebut.

Insiden serangan ransomware yang terjadi baru-baru ini di Indonesia terhadap Badan Intelijen Negara, Badan Imigrasi dan Kewarganegaraan, Badan Intelijen Negara, dan NAFIS Polri menunjukkan bahwa Indonesia telah menjadi sasaran empuk para penjahat dunia maya yang mencari uang.

Peretas telah menemukan kelemahan dalam keamanan siber karena kita tidak memiliki sistem Fire Wall canggih yang terus diperbarui.

Serangan dunia maya tidak bisa dianggap enteng, karena bersifat “taktis” atau mematikan dan menyebar dengan cepat dalam waktu singkat.

Teknik yang digunakan dalam serangan cyber menjadi lebih canggih seiring berjalannya waktu. Big data yang dimiliki setiap negara telah menjadi bentuk baru kekayaan nasional dalam negeri yang harus dilindungi di dalam negeri. Big data lebih berharga dibandingkan sumber daya alam suatu negara!

Respons kita terhadap serangan siber harus ditanggapi dengan serius dan memerlukan pertimbangan seluruh aspek pemerintahan dan pemangku kepentingan yang belum memahami pentingnya melindungi sumber daya dan informasi nasional yang penting dan diperlukan bagi kegiatan ekonomi dan administrasi publik.

Seharusnya kita mulai mengetahui dan berhati-hati sejak dua puluh tahun yang lalu. Penggunaan peristiwa tersebut untuk meminta Menteri Komunikasi dan Informatika mundur hanyalah sebuah taktik politik yang tidak tepat dan tidak memberikan solusi jangka panjang.

Semua pihak berkuasa yang mengabaikan keamanan siber demi melindungi informasi nasional juga patut disalahkan.

DPR RI dan Pemerintah harus memberikan prioritas dalam proses penganggaran. Apakah kita akan menunggu sampai uang pemerintah di sistem perbankan hilang karena bank gulung tikar akibat serangan ransomware?

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *