Tue. Sep 24th, 2024

Pengguna Kendaraan Pribadi di Jabodetabek Tinggi, Bagaimana Strategi Menekannya?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Wakil Presiden Bidang Pemberdayaan dan Pembangunan Daerah Perusahaan Transportasi Indonesia Pusat (MTI), Joko Setijowarno mengatakan, sistem transportasi perkotaan berbasis transportasi massal terintegrasi merupakan salah satu strategi utama untuk mengatasi permasalahan lalu lintas saat ini. di Jabodetabek. . Ia mengatakan, penggunaan kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil tergolong tinggi di Jabodetabek.  “Integrasi pelayanan angkutan umum yang efisien, efektif, aman, nyaman dan terjangkau diharapkan dapat meningkatkan jumlah masyarakat yang menggunakan angkutan umum di Jabodetabek hingga 60 persen pada akhir tahun 2029, sesuai dengan tujuan Rencana Angkutan Wilayah Jabodetabek. (RITJ), kata Joko dalam keterangan tertulis, Kamis (9/5/2024). Untuk itu, seluruh rumah tangga di wilayah Jabodetabek membutuhkan fasilitas angkutan umum, total ada 2.010 kawasan pemukiman Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). dengan 158 kawasan perumahan kelas menengah atas (per unit rumah lebih dari Rp 2 miliar) layanan angkutan umum hanya tersedia di 23 kompleks perumahan mewah (19,7 persen). Dengan menyediakan rute JRC, jaringan layanan angkutan umum di DKI Jakarta sangat luas Sebab, layanan TransJakarta bisa mencakup 88,2 persen wilayah Jakarta. “Di luar DKI Jakarta, terdapat 117 komplek perumahan yang belum terlayani jalur JRC (80,3 persen), sehingga perlu dikembangkan jalur baru,” ujarnya. .  

Dalam membangun ekosistem angkutan umum, khususnya yang bertenaga listrik atau baterai, pemerintah perlu memperkuat kebijakan dengan menjadikan angkutan umum sebagai prioritas wajib dan tumpuan pelayanan masyarakat, menurut Jok.

Untuk itu perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Kol. Transportasi harus dimasukkan dalam amandemen sebagai kebutuhan dasar. 5 persen untuk angkutan umum harus dimasukkan dalam amandemen untuk memperketat peraturan daerah mengenai angkutan umum. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri harus menyertakan pedoman penggalangan dana angkutan umum.

“Selain penguatan kebijakan dasar pelayanan publik, pemerintah daerah akan memprioritaskan pembelian kendaraan pada jalur tersebut. Sarana dan prasarana yang dibangun akan mengalihkan masyarakat dari kendaraan pribadi ke angkutan umum,” ujarnya. katanya

Pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan perbankan dan pengembang perumahan di berbagai daerah, khususnya di wilayah Bodetabek. Meski demikian, angkutan umum tetap harus disubsidi oleh pemerintah karena merupakan tanggung jawab pemerintah.

Sebelumnya, akademisi program studi konstruksi Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Presiden Pusat Penguatan dan Pembangunan Daerah Perusahaan Transportasi Indonesia (MTI) Joko Setijowarno mengatakan, pesatnya pertumbuhan dan kemacetan kendaraan pribadi di kota-kota besar berdampak besar terhadap keselamatan jalan raya. emisi lokal dan global.

Kerugian akibat kemacetan lalu lintas di kota Jakarta berjumlah Rp 65 triliun setiap tahunnya. Sedangkan Kota Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, dan Makassar setiap tahunnya mencapai Rp 12 triliun. Angka ini sudah lebih tinggi dibandingkan APBD kota-kota tersebut pada tahun tertentu.

Selain itu, kebutuhan mobilitas kota luar Jawa yang paling tinggi terdapat di kota Medan yaitu lebih dari 4,8 juta orang. Kota Jakarta berpenduduk 35 juta jiwa, Surabaya 9,92 juta jiwa, Bandung 95 juta 75 ribu jiwa, Semarang 65 juta 75 juta jiwa, Balikpapan 3 juta 30 juta jiwa, Denpasar 25 juta jiwa, Makassar 28 juta jiwa, Manado 12 juta jiwa.

Banyak pemerintah daerah yang terkendala oleh rendahnya anggaran, sehingga tidak mampu meningkatkan kualitas transportasi umum di wilayahnya. Selain itu, karena sektor transportasi tidak termasuk dalam kelompok pelayanan dasar, maka anggaran yang dialokasikan untuk pelayanan transportasi sangat kecil dibandingkan dengan pendidikan dan kesehatan.

Mengacu Kajian Teknis Transportasi Perkotaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan pada tahun 2019, rasio anggaran pelayanan transportasi di banyak kota di Indonesia sebesar 0,22 persen hingga 3,1 persen dari total APBD, ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa. (7/11/2023).

Joko mengatakan, saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan ini memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk fokus terhadap keberadaan angkutan umum di daerah.

 

Dalam Pasal 25 (ayat 1) beleid tersebut, paling sedikit 10 persen pendapatan PKB dan Opsen PKB diperuntukkan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan sarana dan sarana angkutan umum. Opsen dikenakan pajak tambahan dengan persentase tetap. Varian Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan varian yang dilaksanakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pajak provinsi yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Alat Berat (PAB), dan Pajak Air Permukaan (PAP).

Selanjutnya, sebagai penguatan lebih lanjut, Menteri Dalam Negeri perlu mengatur pembagian 10 persen untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan sarana dan prasarana angkutan umum. Di daerah, ada kecenderungan untuk memprioritaskan pembangunan dan pemeliharaan jalan dibandingkan perbaikan angkutan umum.

Lanjut Joko, dari hasil perhitungan Dinas Perhubungan Pekanbaru pada tahun 2023, warga Kota Pekanbaru mengeluarkan biaya transportasi sekitar Rp 1.060.000 per bulan. Jumlah ini mencapai 34 persen dari pendapatan bulanan.

Dengan asumsi UMK kota Pekanbaru adalah Rp3.100.000, maka biaya transportasi yang dibutuhkan per bulan adalah Rp1.060.000. Rinciannya biaya modal sepeda motor 5k, bahan bakar 250k, perawatan 1k, biaya administrasi 20k dan biaya parkir 90k.

Di kota lain, berdasarkan kajian tingkat pemanfaatan layanan Trans Jawa Tengah pada koridor Purwokerto – Purbalinga dan Kutoarjo – Magelang yang dioperasikan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2022, besaran biaya transportasi per bulan untuk bus Trans Jateng. Sebelum menggunakan bus Trans Jateng, penggunanya 28 hingga 31 persen.

“Setelah menggunakan bus Trans Jateng turun 9 sampai 15 persen atau 50 persen,” ujarnya. 

Demikian pula hasil survei terhadap 20.735 pengguna skema Buy The Service (BTS) pada Mei-Juni 2023 yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan di 10 kota menggunakan skema Bus Mitra.

Biaya transportasi yang dikeluarkan masyarakat akan berkurang setelah menggunakan layanan BTS. Penurunannya berkisar 40-50 persen.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *