Fri. Sep 20th, 2024

Perang di Gaza Akibatkan 10.000 Wanita Tewas, 19 Ribu Anak Menjadi Yatim Piatu

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Perang antara Israel dan Palestina yang berlangsung sejak Oktober 2023 berdampak pada warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak. 

United Nations Women, sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bekerja di bidang kesetaraan gender, melaporkan bahwa setidaknya 10.000 perempuan Gaza telah tewas enam bulan setelah perang di Gaza. Dari jumlah tersebut, sekitar 6.000 ibu, sekitar 19.000 anak menjadi yatim piatu.

UNICEF bahkan menyebut Gaza sebagai “tempat paling berbahaya bagi anak-anak”.

Kemudian, perempuan yang selamat dari serangan juga menghadapi kesulitan karena sulitnya mendapatkan kebutuhan pokok seperti makanan, air bersih, dan fasilitas kesehatan. 

“Perempuan yang selamat dari pemboman setiap hari menderita kelaparan, penyakit, dan ketakutan yang terus-menerus. Perang di Gaza tidak diragukan lagi adalah perang melawan perempuan, membayar harga yang sangat mahal untuk perang yang tidak mereka lakukan,” kata Suzanne Mikhail United Nations Regional. Direktur Perempuan untuk Negara-negara Arab pada sesi media di Jenewa.

Selain itu, UN Women juga menyoroti kekerasan seksual dan kejahatan berbasis gender selama perang. Dilaporkan bahwa 65 dari 250 perempuan diculik. 

Terlepas dari itu semua, dapat dikatakan bahwa ibu hamillah yang paling merasakan sakit dan penderitaan. Seperti dilansir lembaga amal Care, terdapat sekitar 50.000 wanita hamil di Gaza, dimana 40 persen di antaranya merupakan kehamilan berisiko tinggi. 

Kurangnya tenaga kesehatan, infrastruktur kesehatan yang hampir hancur, obat-obatan dan peralatan kebersihan yang tidak mencukupi menyebabkan proses persalinan tidak berjalan sebagaimana mestinya. 

Bukan hal yang aneh untuk melakukan operasi caesar tanpa anestesi dan ahli bedah yang melakukannya tidak dapat mensterilkan tangannya karena kekurangan air.

Dipaksa melahirkan dalam kondisi yang tidak tepat, para ibu di Gaza menghadapi masalah kecemasan saat merawat bayinya. 

Para ibu tidak memiliki akses terhadap makanan dan air bersih yang cukup untuk mendukung produksi ASI bagi bayinya, dan meskipun susu formula tersedia di kamp-kamp pengungsi, mencari air bersih untuk memberinya makan merupakan tantangan sehari-hari.

Bahkan bayi berusia satu bulan yang lahir di kamp pengungsi pada bulan Desember belum dimandikan dengan air bersih sejak lahir. Banyak aspek kesehatan ibu dan anak yang dulunya sederhana kini menjadi persoalan hidup dan mati.

Lebih dari satu juta perempuan di Gaza menghadapi kelaparan yang mengancam kesehatan. Akses terhadap makanan, air minum yang memadai, toilet yang berfungsi, atau bahkan air yang mengalir sangatlah terbatas.

Namun akses terhadap air bersih penting bagi ibu hamil dan menyusui untuk menjaga kebersihan sehingga mengurangi penyakit. 

Selain itu, perempuan tidak memiliki akses terhadap produk sanitasi saat sedang menstruasi. Di salah satu kamp pengungsi Rafah, tidak ada bantuan yang diizinkan masuk, menyebabkan warga terdampar tanpa produk sanitasi dan kebersihan.

Karena kurangnya produk untuk menstruasi, mereka yang mengalami pendarahan pasca melahirkan dan keguguran, serta wanita dan anak perempuan yang sedang menstruasi harus menggunakan bagian kain tenda, pakaian dan handuk, sehingga meningkatkan risiko infeksi. Hanya ada satu kamar mandi untuk setiap 2.000 orang dan satu toilet untuk setiap 500 orang.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *