Thu. Sep 19th, 2024

PT KHE dan Jalan Panjang Pembangunan PLTA Tak Berujung

matthewgenovesesongstudies.com, Bulungan – Pada Desember 2022, Yayasan Pionir membahas proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air yang dilaksanakan oleh PT Kayan Hydro Energy (KHE) di Kecamatan Paso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Diskusi yang berlangsung di Tanjung Selor ini dihadiri oleh masyarakat, mahasiswa, pemerintah daerah, dan ilmuwan.

Pioneer Foundation bersama World Wide Fund for Nature (WWF) juga menerbitkan position paper yang menilai rencana 10 tahun pengembangan PLTA PT KHE. Laporan tersebut menganalisis dampak ekonomi, budaya dan lingkungan di enam desa.

Poin penting yang menjadi pembahasan adalah pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) yang saat ini sedang dibangun di lokasi tersebut. Tidak ada kemajuan signifikan yang dicapai, meskipun masyarakat yang terkena dampak masih menunggu konfirmasi.

Direktur Pioneer Bulungan Donny Tiaka mengatakan, proses pembangunan PLTA PT KHE harus dipastikan efektif. Secara keseluruhan, pembangunan harus disertai dengan studi Rencana Aksi Pengadaan dan Rehabilitasi Lahan (LARAP), sebuah rencana aksi untuk mengelola dampak sosial-ekonomi dari pengadaan tanah dan pemukiman, termasuk rencana pembangkit listrik tenaga air.

“Investor harus memastikan apakah studi LARAP dapat diandalkan atau tidak. Utamanya mengenai bendungan PT KHE PLTA I, yaitu rencana relokasi permukiman pedesaan di hulu Long Lejuh dan Long Pelban,” kata Dhoni, Minggu (3/03/2024). .

Di sisi lain, masyarakat khawatir sejak tahun 2012 belum ada kejelasan mengenai masa depan mereka. Laporan tersebut juga menyebutkan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui rencana PT KHE dan rencana hidup mereka ke depan.

Kertas posisi ini memuat empat rekomendasi mengenai penilaian 10 tahun PLTA PT KHE. Isu pertama menyinggung soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dianggap sudah ketinggalan jaman. Sebenarnya Amal terbentuk saat Kabupaten Bulungan masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur.

“AMDAL PLTA (PT KHE) saat ini sudah berumur 10 tahun namun belum dilakukan penilaian. Laporan tersebut mengatakan: “Hal ini benar-benar mempengaruhi kondisi di lapangan dan perkembangan yang terjadi tampaknya telah berubah dan belum diperhitungkan.”

Kedua, posisi ini mengharuskan peninjauan kembali izin PT KHE. Dalam jangka panjang, selama lebih dari satu dekade, tidak ada kemajuan signifikan yang dicapai.

“Perlu adanya kajian terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah mengenai hak perizinan yang dimiliki investor. Kemajuan harus menjadi dasar untuk mencabut izin dari investor,” demikian isi pernyataan tersebut.

Ketiga, dampak sosial, ekonomi dan lingkungan dari proyek pembangkit listrik tenaga air PT KHE harus ditinjau. Posisi ini sesuai dengan temuan masalah yang dirumuskan dalam dokumen makalah.

“Pemegang izin atau investor wajib melakukan studi LARAP dan rencana aksi dengan referensi HASP,” lanjut laporan tersebut.

Keempat, Pioneer Foundation dan WWF telah memberikan perhatian terhadap isu keterbukaan informasi mengenai seluruh dokumen perizinan. Masyarakat hendaknya dapat dengan mudah mengakses dan memahami dokumen-dokumen tersebut untuk mengetahui apa saja yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh PT KHE. termasuk program pembangunan yang akan dilaksanakan pada tahap-tahap yang sesuai.

Dhoni menjelaskan, ada berbagai pengaturan yang perlu dibenahi. Rencana pembangkit listrik tenaga air telah berlaku selama lebih dari 10 tahun. Salah satu isu penting yang harus dilaksanakan oleh investor, termasuk pemerintah, adalah kajian Amdal. Karena beberapa perubahan terjadi seiring berjalannya waktu.

Donny yakin itu tayang perdana pada tahun 2014. Padahal seharusnya pemeriksaan harus dilakukan setiap 3 tahun sekali. Demikian pula perizinan merupakan kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah.

Selain itu, keterbukaan informasi rinci mengenai pembangkit listrik tenaga air, yang mempunyai dampak negatif dan positif, juga menjadi perhatian. Selanjutnya, perlu dikaji dampak kerentanan perempuan akibat pembangkit listrik tenaga air.

“Tentunya setiap proyek harus dievaluasi. Apalagi sudah dilakukan selama 10 tahun,” ujarnya.

Sementara itu, pasca pencabutan status PT Kayan Hydro Energy (KHE) dari Proyek Strategis Nasional (PSN), masyarakat mempertanyakan proyek yang sedang berjalan tersebut.

Diketahui, izin PT KHE yang sudah berusia lebih dari 10 tahun dinilai tidak berguna karena belum ada kejelasan perkembangan dan pembaruan Amdal. Namun PT KHE mengklaim masih dalam tahap pembangunan dan akan selesai sesuai rencana.

Donny Tiaka menjelaskan, masyarakat mempertanyakan implikasi pencabutan status PSN PT KHE.

“PSN dibatalkan jadi apa dampaknya? “Setelah proyek itu dibatalkan, masih banyak dampak lain seperti pertanyaan proyek mana yang digunakan,” kata Dhoni.

Lanjutnya, sejak tahun 2014, PT KHE bertanggung jawab melakukan pemutakhiran Amdal. Pihaknya mempertanyakan berbagai izin usaha yang seharusnya terbuka namun tidak diketahui publik.

“Tahun 2014 sudah ada Amdal, sekarang belum ada Amdal baru. “Pertanyaan mendasarnya, mereka sudah mau dibangun, menurut klaim mereka, izin untuk kegiatan itu sudah puluhan,” ujarnya.

Sedangkan seluruh kegiatan konstruksi harus memerlukan izin dan diketahui masyarakat.

Sederhana saja: kalau mau mengebom harus ada izin pakai bahan peledak, dan sebagainya. Proyek sebesar ini aneh kalau tidak diketahui orang, katanya.

Dhoni tidak hanya mempertanyakan soal izin, tapi juga motif PT KHE mengembangkan PLTA. Menurut dia, salah satu alasan dibangunnya pembangkit listrik tenaga air dalam jumlah besar adalah untuk menyuplai listrik ke Ibu Kota Negara (IKN). Namun, pihaknya melihat pemerintah pusat sedang membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 50 megawatt (MW) di (IKN).

Saat ini keadaan masyarakat Peso Calatara berada pada antara yang punya dan yang belum. Karena status proyeknya belum jelas, tapi sepertinya berhasil.

“Berjalan memang berjalan, tapi berjalan di tempat. “Bangunan itu sudah ada sejak 2012 dan timbul pertanyaan mengapa peralatannya seperti itu,” tambahnya.

Ditambahkannya, yang lebih unik lagi, dengan bendungan kelas tersebut, PT KHE mengklaim akan membangun bendungan yang lebih besar dari bendungan China yang terbesar di Asia. Namun kenyataannya izinnya tidak jelas dan peralatannya tidak terlihat.

“Ada permintaan besar dari China untuk ketinggian 125 meter. Bisakah alat sederhana melakukan ini?” – dia menyimpulkan.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *