Thu. Sep 19th, 2024

Putri Penyair Palestina Susul Nasib Tragis Sang Ayah, Meninggal Dunia Usai Israel Bom Kamp Pengungsi

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Shaima Refat Alarer, putri penyanyi Palestina, Refat Alarer, dilaporkan tewas dalam serangan pesawat tempur Israel di sebelah barat Kota Gaza pada Jumat, 26 April 2024. Dikutip dari CNN, Minggu. (28/04) /2024), suami Shaima dan putranya yang berusia dua bulan juga diserang, menurut saksi dan teman keluarga.

Sebelumnya, ayah Shaima yang juga seorang profesor di Gaza dinyatakan meninggal dunia setelah pasukan Israel mengebom rumahnya di kawasan Shujaya pada 8 Desember 2023. Saudara laki-lakinya, saudara perempuannya dan empat anaknya juga tewas dalam serangan udara tersebut.

Shaima melarikan diri dari Sujaiya awal tahun ini setelah ayahnya meninggal, kata seorang warga Al-Rimal. Seorang saksi mata mengatakan tiga rudal Israel menghantam gedung tempat tinggal Shaima dan keluarganya.

Mosab Abu Toha, penyanyi Palestina dari Gaza dan teman Refat, yang kini mencari suaka di Kairo, mengatakan Shaima memposting berita kelahiran putranya dalam pesan yang dipublikasikan di halaman Facebook-nya.

“Aku punya kabar gembira untukmu, aku bisa menyampaikannya kepadamu saat kamu berada di hadapanku. Aku persembahkan cucu pertamamu untukmu. Ayah, tahukah kamu bahwa kamu adalah seorang kakek?” Shaima telah menulis.

“Ini adalah cucumu Abd al Rahman, yang kukira sudah lama kamu miliki, tapi aku tidak pernah menyangka akan kehilanganmu secepat ini sebelum kamu melihatnya.”

Jenazah Shaima dibawa ke Rumah Sakit Baptis Al-Ahli bersama kerabatnya. Setidaknya 15 orang tewas dalam serangan yang dilakukan tentara Israel pada Jumat malam hingga Sabtu pagi.

Badan Pertahanan Sipil Gaza menyebutkan saat ini tidak terlihat dua anak di antara reruntuhan bangunan. Video yang diambil CNN menunjukkan blok-blok bangunan hancur dan tumpukan puing di sekitar lokasi.

Juru bicara Otoritas Pertahanan Sipil Palestina Hafez Abu Shallouf mengatakan bahwa pada Jumat malam, 26 April 2024, sebuah bom Israel dijatuhkan di kamp pengungsi dan menyebabkan “kehancuran” di lingkungan tersebut.

Dalam video tersebut, terlihat perempuan dan anak-anak berdiri di reruntuhan bekas rumah mereka, sementara petugas keamanan menggunakan mesin tak berawak untuk menggali reruntuhan bangunan tersebut. Terlihat pemuda tersebut menutupi jenazah dengan selimut dan membawanya keluar area serta membantu petugas penyelamat.

“Kami sampai di sini dan melihat korban luka dan tewas. Mereka semua adalah warga sipil. Kekuatan kami terbatas…kami akan membantu semampu kami,” katanya.

Shallouf juga meminta komunitas internasional untuk menyediakan lebih banyak peralatan untuk menghilangkan puing-puing ledakan. “Kami bekerja dengan tangan kami. Kami menggunakan beberapa alat sederhana, namun kerusakannya parah dan parah,” katanya.

Seorang warga kamp Salah al-Saikali mengatakan dia sedang tidur di rumah bersama anak-anaknya ketika dia mendengar ledakan keras di tengah malam yang meruntuhkan tembok rumahnya dan melukai dia dan keluarganya.

“Ada apa dengan anak-anak ini, apa yang dilakukan masyarakat yang tinggal aman di rumahnya? Kenapa ada ketidakadilan, kenapa ada penindasan, mereka mengira kami tidak peduli dengan anak dan istri kami, darah kami tidak murah,” Al -Saikali berkata dengan penuh semangat.

Mahmoud al-Zeed, seorang warga kota tersebut, mengatakan dia terkejut mengetahui bahwa pamannya meninggal dalam pemboman mendadak pada malam hari. “Kamp merasakan gempa. Ada sekitar 15 rumah di blok ini, kini semuanya roboh,” ujarnya.

Perang antara Israel dan Palestina yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah memakan banyak korban jiwa bagi warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak. Sebuah laporan yang diterbitkan oleh United Nations Women, United Nations Women, saluran kesehatan matthewgenovesesongstudies.com, yang bergerak di bidang kesetaraan gender, menyebutkan setidaknya 10.000 perempuan telah tewas di Gaza setelah enam bulan perang.

Dari jumlah tersebut hampir 6.000 ibu meninggal dan 19.000 anak menjadi yatim piatu. UNICEF juga menyatakan Gaza sebagai ‘tempat paling berbahaya bagi anak-anak’.

Selain itu, UN Women juga menyoroti kekerasan seksual dan kejahatan berbasis gender pada masa perang. Terungkap bahwa setidaknya 65 dari 250 wanita di Gaza diculik. Selain itu, ibu hamil bisa dikatakan lebih terkena dampak perang ini.

Menurut badan amal Care Public Welfare Agency, terdapat sekitar 50.000 wanita hamil di Gaza, 40 persen di antaranya menghadapi kehamilan serius. Operasi caesar jarang dilakukan, dan ahli bedah yang tidak mampu melepaskan lengannya karena kekurangan cairan.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *