Fri. Sep 20th, 2024

Rupiah Lesu Tersengat Sentimen Suku Bunga The Fed Bakal Naik

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (FFR) pada tahun 2024 kemungkinan akan lebih dulu mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. dalam seminggu.

Melansir Antara, mata uang tersebut dibuka melemah 31 poin atau 0,19 persen ke level 16.026 dolar AS pada awal perdagangan Senin (27/05/2024). Saldo sebelumnya adalah 15.995 USD.

Analis pasar keuangan Ariston Tjendra mengatakan, mata uang tersebut mungkin masih mendapat tekanan terhadap dolar AS hari ini akibat sentimen risalah rapat Federal Reserve Bank of America (AS) atau Federal Reserve (Fed).

Ariston Antare berkata: “Karena risalah rapat moneter bank sentral Amerika Serikat yang dirilis pekan lalu menunjukkan bahwa para pemimpin The Fed tetap terbuka terhadap suku bunga utama tahun ini jika mata uang Amerika Serikat menunjukkan hal tersebut. meningkatkan”.

Ariston mengatakan hal ini berbeda dengan apa yang disampaikan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, Jerome Powell, usai rapat bank sentral Amerika Serikat sebelumnya, bahwa pada tahun 2024 akan terjadi kenaikan suku bunga. .

Pekan ini, pelaku pasar akan memastikan posisi kepala bank sentral Amerika Serikat atau The Fed serta data terkait laju inflasi pada Core PCE (PCE) AS yang akan dirilis pada Jumat pekan ini. .

Oleh karena itu, kecuali ada tanda-tanda baru penurunan harga dolar AS, maka mata uang tersebut akan terus menguat dan berpotensi melemah terhadap dolar AS pada pekan ini.

Ariston memperkirakan rupiah melemah ke Rp 16.050 per dolar AS dan mendukung Rp 15.990 per dolar AS pada sesi perdagangan Senin 27 Mei 2024.

Sebelumnya, suku bunga Bank Sentral AS (FED) atau Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan akan mengalami penurunan mulai kuartal ketiga tahun 2024. Namun, jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan berdampak pada volatilitas imbal hasil Treasury AS yang bisa berdampak pada penurunan suku bunga acuan arus masuk modal ke pasar negara berkembang termasuk Indonesia.

Ekonom Citi Indonesia, Helmi Arman, menilai jika tidak ada penurunan suku bunga The Fed, maka akan berdampak pada rupiah yang semakin melemah.

“Adapun penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed, yang jika tidak dikendalikan, dapat mengakibatkan destabilisasi imbal hasil Treasury AS, dan kenaikan imbal hasil Treasury Amerika Serikat ini dapat mempengaruhi aliran modal atau pendapatan di pasar-pasar utama, termasuk Indonesia dan menurunkan nilai tukar. volatilitas, Jumat (24/05/2024) di Jakarta, kata ekonom Citi Indonesia, Helmi Arman kepada matthewgenovesesongstudies.com.

Jika terjadi fluktuasi nilai tukar rupiah maka Bank Indonesia harus lebih banyak melakukan intervensi di pasar valuta asing (FX), dan intervensi ini akan berdampak negatif pada kinerja bank.

 

 

Pengecualiannya adalah Bank Indonesia menghentikan operasionalnya untuk mengembalikan barang tersebut ke bank, baik dengan melakukan intervensi di pasar kredit.

“Pembelian SBN di pasar sekunder akan menyebabkan kenaikan suku bunga, begitu juga dengan perubahan tingkat GWM atau penurunan tingkat GWM, sehingga pasokan uang ke perbankan,” ujarnya.

Sebaliknya, jika penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed benar adanya, Helmi mengatakan suku bunga Bank Indonesia atau BI-rate akan lebih lambat dibandingkan suku bunga The Fed.

“Alasan kami memperkirakan BI-Rate akan turun lebih lambat dibandingkan The Fed adalah karena kami melihat perbedaan suku bunga dolar terhadap dolar yang saat ini sempit dan spreadnya juga sempit,” tutupnya. .

 

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memperkirakan suku bunga Bank Sentral Amerika (AS) atau Federal Reserve Bank (Fed) akan tinggi dalam jangka panjang.

Wamenkeu juga menyoroti kondisi perekonomian Indonesia yang tidak lepas dari bintang dunia, salah satunya terkait kepentingan The Fed. 

Pada Senin, 14/5, Suahasil menjelaskan: “Amerika Serikat saat ini didorong oleh keinginan untuk mencapai keamanan, namun perkembangannya tidak mau melambat, atau bisa diam.” / 2024). .

Ketidakpastiannya adalah inflasi mungkin lebih rendah, tetapi pertumbuhan lebih tinggi, yang merupakan permintaan semua negara. Dia melanjutkan: “Ternyata data terbaru yang diberikan di Amerika lebih banyak, bahkan lebih dari apa yang diperkirakan berbagai pihak. tapi permintaannya tetap positif”.

Suahasil melanjutkan, “Kebijakan penurunan suku bunga AS kemungkinan besar tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat.”

Hal ini menyebabkan dolar AS terus menguat sehingga berdampak pada nilai tukar seperti yang kita lihat dalam beberapa pekan terakhir.

Situasi di Eropa Selain Amerika, perekonomian Indonesia juga terdampak oleh situasi di Eropa yang akhir-akhir ini menghadapi ancaman perekonomian.

“(Kecepatan di Eropa) akan membuat ibu kota dunia mencari di tempat lain atau menunggu dan melihat. “Pasti akan berdampak pada Indonesia,” jelasnya.

Dampak lainnya adalah melemahnya Tiongkok yang berperan besar dalam perdagangan Indonesia. 

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *