Thu. Sep 19th, 2024

Saat Sampah Plastik dan Sumpit Diolah Jadi Material Baru untuk Percantik Gerai Restoran Cepat Saji

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Bukti lain bahwa pemilahan sampah bisa lebih bermanfaat. Hokben, sebuah restoran cepat saji yang menyajikan menu ala Jepang, membuka cabang baru di Kota Sedayu, Jakarta Timur, dengan ide menggunakan bahan daur ulang.

Jika pengunjung tidak teliti, mereka tidak akan menyadari banyak sudut yang dipercantik dengan sumpit bekas dan sampah plastik berbahan mika. Papan roster mempunyai efek membagi ruang dan mempermanis ruang, terbuat dari kotak kemasan plastik bekas.

Sugiri Willim, Direktur Pemasaran HokBen, dalam jumpa pers di Jakarta akhir pekan lalu, berdasarkan informasi tertulis yang dikirimkan ke matthewgenovesesongstudies.com Lifestyle Group, Minggu, mengatakan, “Sebanyak 10 sampah plastik bekas kemasan makanan HokBen dapat dihimpun menjadi satu daftar. , 7 April 2024.

Restoran lokal Jepang juga menjalin kemitraan dengan startup Boolet. Bedanya, mereka fokus mengolah sumpit bekas menjadi meja, merchandise, bahkan pajangan dinding. Kerja sama dengan perusahaan ini telah berlangsung selama enam tahun.

“Mereka menghasilkan limbah sumpit hingga 6 ton setiap tahunnya dan mereka (Bolet) yang mengelolanya,” lanjut Sugiri. Ini baru dikumpulkan dari seluruh Jabodetabek.

Sugiri mengatakan, cabang terbarunya di Kota Sedayu bukanlah yang pertama menggunakan bahan daur ulang. Ada total 45 toko Hokben yang menggunakan listing organik. Sedangkan cabang baru berkonsep mandiri dengan kapasitas 118 kursi dalam ruang yang nyaman, rapi dan bersih.

Apa yang terjadi dengan sampah organik? Menurut dia, sampah organik, terutama sisa makanan dari pelanggan, ditangani oleh petugas kebersihan di kawasan tersebut. Pelanggannya bertanggung jawab untuk mengelompokkan sampah berdasarkan jenisnya agar dapat diolah lebih lanjut dan tidak dibuang ke tempat sampah.

“Jika Anda lihat, tempat sampah kami sudah disortir,” katanya. Ada tiga jenis tempat sampah yang kami harap konsumen juga berperan aktif dalam memilah sampahnya.”

Sampah makanan sejauh ini merupakan penyebab sampah terbesar di Indonesia. Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menegaskan, Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah makanan terbesar di dunia, dengan sampah makanan menyumbang 41,7% dari total jumlah sampah yang dihasilkan, sekitar 30 juta ton/tahun.

Jumlahnya bahkan meningkat saat Ramadhan yang diyakini sebagai waktu mengendalikan nafsu. “Selama bulan puasa, sampah makanan meningkat 10-20 persen,” ujarnya dalam Climate Talk Live pada Jumat, 22 Maret 2024.

Menurut Novrizal, hal tersebut berasal dari kebiasaan belanja makanan masyarakat Indonesia. Sebelum berpuasa, orang cenderung menyimpan makanan lebih banyak. Biasanya saya hanya makan secukupnya jadi saya membeli lebih banyak dari yang diperlukan karena saya lapar. Belum lagi banyak warung makan dan minuman sementara yang hanya bermunculan saat bulan Ramadhan.

“Kalau berpuasa, siapkan takjil, kolak, minuman, dan lagi-lagi makanan berat. Bisa saja, katakanlah sepuluh hidangan, tapi kalau sudah kenyang barulah hidangan ketiga.. Terakhir, sisa tujuh hidangan, jika kalau tidak dimakan, buang saja,” katanya.

Faktanya, langkah pertama untuk mengatasi sampah makanan adalah dengan menjauhkan makanan dari piring Anda. Untuk itu, salah satu gerakan yang dimotori Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah end food atau non surplus feeding. “Selanjutnya, jika ada sisa makanan di rumah, buatlah kompos,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, pengomposan penting bagi setiap rumah tangga untuk mengatasi sebagian besar permasalahan sampah di berbagai tempat di Indonesia. “Kalau poin kelima ini (pengomposan) bisa dilakukan secara konsisten, 90-95% permasalahan sampah bisa diselesaikan sendiri,” kata Novrizal. Sistem sampah kota mungkin memerlukan 5% untuk mengatasi masalah tersebut.”

Selain sampah organik, permasalahan besar dalam pengelolaan sampah domestik juga adalah sampah plastik. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, produksi sampah Indonesia akan mencapai lebih dari 31 juta ton pada tahun 2022.

Sampah plastik menyumbang sekitar 18,5% dari total sampah. Meski jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan sampah organik, sampah plastik menimbulkan masalah besar karena tidak dapat didaur ulang secara alami sehingga mencemari tanah, sungai, dan laut.

Hingga saat ini, upaya daur ulang sampah plastik belum optimal karena banyak sampah plastik yang bercampur dengan sampah organik. Mengutip Japan Today, Kamis 5 Oktober 2023, PBB bahkan menyerukan pemikiran ulang menyeluruh tentang cara masyarakat menggunakan plastik.

“Ada banyak jalan menuju solusi,” kata Inger Andersen, direktur Program Lingkungan Hidup PBB, dalam sebuah wawancara dengan AFP. Namun saya pikir semua orang menyadari bahwa status quo bukanlah suatu pilihan.”

Menurutnya, jumlah penggunaan plastik semakin meningkat setiap tahunnya dan daur ulang tidak bisa menjadi solusi permasalahan tersebut. Produksi plastik tahunan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir, mencapai 460 juta ton. Jumlah ini bisa meningkat tiga kali lipat pada tahun 2060 jika tidak ada perubahan. Namun, hanya sekitar sembilan persen yang didaur ulang.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *