Thu. Sep 19th, 2024

Saham Perbankan Masih Menarik Dicermati, Ini Faktor Pendorongnya

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Prakiraan Sinarmas Sekurita terhadap sektor perbankan tetap menarik dalam jangka panjang. Hal ini didorong oleh potensi penurunan suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (Fed) yang diperkirakan akan diikuti oleh Bank Indonesia.  Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas, Ike Widiawati, menjelaskan pendapatan bisa meningkat karena digitalisasi, perekonomian yang ekspansif, dan tingkat NPL yang terkendali juga turut mendorong kenaikan saham-saham di perbankan Indonesia.  “Digitalisasi bisa meningkatkan pendapatan perusahaan untuk berekspansi sehingga permintaan pinjaman meningkat. Jadi kalau suku bunga tinggi maka kredit bermasalah bisa semakin tinggi, jika suku bunga turun maka kredit bermasalah juga bisa lebih terkendali.” Ike mengatakan dalam Webinar Market Outlook Februari Sinarmas Sekuritas yang ditulis Selasa (6/2/2024) laba bersih perbankan tahun 2024 akan terasa lebih positif di tahun 2025. Terkait proyeksi penurunan suku bunga di Maret 2024, dampak positif akan terasa. pada tahun 2025 karena lag sekitar 4 kuartal “Dengan fundamental yang baik dan pertumbuhan pendapatan dua digit, diharapkan dividen per saham akan sangat baik untuk saham perbankan,” jelas Ike Dividen Paling Sering Dibagikan Ike mengungkapkan, ada beberapa bank yang mendistribusikan dividen secara berkala yaitu BBCA, BBRI, BBNI dan BMRI. Dari keempat emiten tersebut, BBCA paling sering membagikan dividen dua kali dalam setahun.  “Saham-saham bank yang berjangka panjang, dalam hal dividen trap, tidak akan terjadi pada saham-saham bank. Saham-saham ini aman untuk dibeli, bahkan setelah ex-date, kecil kemungkinan harga saham bank untuk turun,” kata Ike. industri perbankan masih bagus dengan emiten yang sehat dan terus berkembang. Sehingga pada tahun 2024 hingga 2025 sektor ini diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan dan menarik untuk disimak.

Sebelumnya diberitakan, perbankan Indonesia menjadi salah satu sektor yang patut diwaspadai investasi. Di tengah tren kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed) dan krisis perbankan di Negeri Paman Sam, perbankan di Indonesia masih cukup tangguh.

“Di Indonesia, peluang mengalami hal serupa relatif kecil karena jika dilihat dari sisi aset, empat besar bank Indonesia mendominasi 60 persen total aset perbankan di Tanah Air,” ujar analis riset ekuitas CGS-CIMB Sekuritas Indonesia. Handy Noverdanius on Money Buzz – Perbankan Indonesia: Bersantai di Tengah Badai, Selasa (30/05/2023).

Di sisi lain, besarnya penyaluran kredit perbankan kepada perusahaan-perusahaan berbasis teknologi, seperti fintech dan startup, relatif tidak signifikan.

Salah satu penyebab krisis perbankan di AS adalah penyaluran kredit kepada perusahaan teknologi dan startup. Dimana sektor-sektor tersebut memiliki model bisnis yang rentan.

 

 

“Selain itu, instrumen investasi surat berharga memang tumbuh pesat sejak pandemi karena dana bebas memiliki banyak likuiditas yang diparkir di instrumen investasi seperti surat berharga. Namun total portofolio aset masih di bawah 10 persen dan sangat aman. Bank-bank besar juga banyak yang memarkir dananya. dengan jangka waktu yang relatif lebih pendek, yaitu 3 tahun. Sedangkan bank-bank di AS memiliki investor jangka panjang di atas 4-5 tahun,” kata Handy.

Dengan kondisi tersebut, Handy punya beberapa saran untuk memilih saham bank yang berpotensi menghasilkan uang. Ia mengatakan, ada sejumlah metrik yang bisa dijadikan tolak ukur untuk menimbang saham bank mana yang layak diunggulkan. Misalnya, hasil keuangan mencakup profitabilitas bank, laba atas aset (RoA) dan laba atas ekuitas (RoE).

“Kalau begitu bandingkan dengan harga valuasi saham bank, biasanya kita menggunakan matriks price to book. Jadi harga sahamnya dibandingkan dengan nilai buku per saham. Dengan RoA dan RoE yang lebih tinggi, saham bank bisa mendapatkan premi yang lebih tinggi. ,” kata Handy.

 

Selain itu, investor juga dapat memperhatikan momentum atau sentimen yang sedang terjadi, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Sentimen dalam negeri saat ini terkait dengan pemilu serentak 2024 yang mana kampanye akan dilakukan pada tahun ini. Handy mengatakan momen ini berpotensi meningkatkan permintaan pinjaman perbankan karena adanya arus kas berupa dana kampanye.

“Hal lain yang perlu diperhatikan adalah waktu pencairan dana kampanye pemilu untuk siklus pemilu yang akan segera berlangsung,” imbuhnya. “Momentum riset sebagai dana perpindahan akan lebih berdampak positif pada segmen bawah seperti mikro hingga ultra mikro,” kata Handy.

Saat ini Handy mengunggulkan saham Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Pasalnya, kedua bank ini memiliki eksposur pembiayaan atau penyaluran kredit pada segmen menengah ke bawah yang lebih tinggi dibandingkan bank besar lainnya.

“BRI biasanya lebih diuntungkan saat pemilu karena segmennya mikro. Dengan KUR dan Kupedes, likuiditas baik DPK maupun kredit bisa meningkat lebih besar dibandingkan industri. Dan kami suka dengan BNI karena valuasinya masih relatif menarik,” kata Handy.

 

Penafian: Segala keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum Anda membeli dan menjual saham. matthewgenovesesongstudies.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *