Sun. Sep 8th, 2024

Sejarah Hari Sandal Jepit Sedunia yang Diperingati Setiap 29 Mei

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Banyak hari internasional yang diperingati di seluruh dunia. Salah satunya adalah Hari Flip Flop Sedunia yang jatuh pada tanggal 29 Mei. Mengapa orang merayakan sesuatu seperti sandal jepit?

Ternyata kini memiliki hubungan erat dengan Tropical Smoothie Cafe, toko franchise kopi asal Amerika Serikat. Pada tahun 2007, sebuah kafe smoothie buah baru mengadakan penggalangan dana amal.

Mereka meluncurkan kampanye di mana setiap pelanggan yang datang ke Flip Flop akan menerima smoothie gratis, dan keuntungannya akan disumbangkan kepada anak-anak dengan penyakit yang mengancam jiwa seperti lupus, kanker, dan penyakit ginjal. Pendekatan ini tampaknya menarik wisatawan.

Sejak kampanye dimulai, lebih dari $150.000, setara dengan Rp 2,4 miliar, telah dihabiskan untuk membeli kopi. Bahkan, pada tahun 2012, pendapatan kafe tersebut mencapai US$365.000 atau Rp5,9 miliar. Sejak itu, tanggal 29 Mei ditetapkan sebagai Hari Flip Flop Sedunia.

Selain itu, di balik tampilan sandal jepit yang simpel dan santai, terdapat makna filosofis yang mendalam. “Sandal dalam bentuk flip-flop lebih dari sekedar sepatu. Sandal ini merupakan simbol kebebasan, mengajak orang-orang di sekitar untuk beristirahat dari kehidupan sehari-hari,” kata Lee Walker, wakil presiden alas kaki dan Active perusahaan tersebut. Kanmo Group, siaran pers yang dikeluarkan Havaianas pada acara Hari Flip Flop Nasional 2024 di Jakarta Selatan pada Rabu, 29 Mei 2024.

Walker menambahkan, konsep sandal jepit yang kini ada di mana-mana berasal dari Brazil yang dikenal dengan nama Ginga. Arti kata ini adalah sebuah konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan gerakan yang fleksibel namun percaya diri.

Konsepnya terinspirasi dari teknik tari Brazil dan seni bela diri seperti Capoeira. Jika diterapkan pada gaya hidup, konsep Ginga melambangkan relaksasi, kebebasan, kehidupan yang penuh kebahagiaan, kepuasan, dan hubungan yang kuat dengan akar budaya Brasil.

Sandal jepit diyakini berasal dari Mesir kuno sekitar 4.000 tahun yang lalu, lapor The Independent. Sepatu jenis ini muncul dalam lukisan dinding yang menggambarkan wajah Firaun yang berhiaskan berlian.

Sandal jepit tertua yang diketahui saat ini dipajang di British Museum di Inggris dan berasal dari tahun 1500 SM. Seiring berjalannya waktu, bahan pembuatan sandal jepit berubah dari papirus, daun lontar, dan jerami menjadi plastik dan karet.

Sandal kuno ini pertama kali muncul dalam budaya Barat setelah Perang Dunia II, dan kemudian selama Perang Korea, tentara membawanya kembali dari Jepang sebagai oleh-oleh. Versi karet modern terutama dipakai di pantai atau kolam renang pada tahun 1950an dan 1960an.

Sandal jepit mempunyai nama yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya. Di Jepang disebut “zori” dan digunakan untuk mengajari anak berjalan, sedangkan di budaya lain disebut “plugger”, “jasal” atau “thong”. Penggunaan kata flip-flop merupakan istilah modern yang berasal dari tahun 1960an ketika sandal dipandang sebagai pernyataan mode dan aksesori cuaca panas.

Pada tahun 2020, peneliti UC San Diego mengembangkan sandal jepit yang terbuat dari alga untuk memerangi polusi plastik global. Menurut CNN, tim peneliti di Pusat Bioteknologi Alga California menggunakan ilmu kimia dan biologi untuk mengubah alga menjadi polimer terbarukan yang dapat digunakan untuk membuat berbagai produk yang dapat terbiodegradasi.

Salah satu produk pertamanya adalah sepasang sandal jepit, yang diharapkan para peneliti akan menarik perhatian terhadap meluasnya polusi plastik dalam persediaan air dunia. Pembuatan sandal jepit diawali dengan menanam rumput laut di dalam pot kemudian memisahkannya dari air hingga menjadi pasta kental.

Para peneliti kemudian mengekstraksi lipid, atau lemak, dari alga dan menggunakan berbagai proses kimia untuk memecahnya menjadi partikel kecil yang digunakan untuk membuat polimer. Terakhir, polimer dituangkan ke dalam cetakan flip-flop.

Setelah melakukan ratusan percobaan, para peneliti berhasil menciptakan sandal jepit busa yang mengandung 52 persen bahan berbasis bio dan 48 persen minyak. Dalam lima tahun mereka berharap dapat memproduksi produk yang 100% menggunakan bahan terbarukan. Karena bahannya terbuat dari rumput laut, sandal jepit ini akan membusuk dan terurai dalam waktu 18 minggu.

Melalui kampanye perjalanan ini, merek sandal jepit asal Brasil, Havaianas, mengungkap salah satu koleksi terbarunya untuk musim panas 2024. Koleksinya meliputi warna-warna cerah, variasi gaya musim panas, dan bentuk ujung kaki kotak yang disebut Havaianas square slim.

Sandal jepit ini juga hadir dengan strap warna-warni dan menarik, namun tetap terlihat simpel. Konsep nama koleksinya, “Sense”, berasal dari filosofi stabilitas dan relaksasi yang harus diciptakan oleh penggunaan sandal jepit.

Havaianas menggunakan “Sense” sebagai temanya agar orang-orang mengetahui keterampilan dan energi yang mereka gunakan dalam pekerjaan sehari-hari dan tidak lupa meluangkan waktu untuk beristirahat. Melalui piknik ini Havaianas menekankan pentingnya mempersepsikan kembali seluruh indera kita, mulai dari penciuman, pengecapan, dan penglihatan.

Hal ini dicapai melalui aktivitas yoga, mewarnai sandal jepit, meminum teh krisan, mengagumi pemandangan hutan kota yang menakjubkan, dan menemukan kembali cita rasa makanan yang sering terlewatkan saat makan. Selain itu, Havaianas akan meluncurkan koleksi baru pada tahun 2024, dengan informasi spesifik akan diumumkan di masa mendatang.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *