Thu. Sep 19th, 2024

Siti Nurbaya: Perhutanan Sosial, Prioritas Nasional Sejak Awal Pemerintahan Presiden Jokowi

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar lokakarya Koeksistensi Perhutanan Sosial pada Kamis (20/06/2024) di Jakarta bertajuk “Keadilan Pengelolaan Lahan Masyarakat”.

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menyempurnakan agenda perhutanan sosial.

Sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi pada akhir tahun 2014, perhutanan sosial telah menjadi prioritas nasional. Agenda perhutanan sosial dapat disebut sebagai perubahan bertahap atau evolusi dalam arti upaya negara untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, dalam hal ini masyarakat desa di sekitar dan di dalam kawasan hutan.

“Ini adalah proses yang tidak mudah kita alami dan bahu-membahu untuk mendapatkan akses terhadap pengelolaan hutan. Saya yakin proses ini diprakarsai oleh banyak aktor di awal kegiatan ini dan kemudian dirumuskan dan dituangkan dalam bentuk kebijakan dan kebijakan. langkah-langkahnya. Kita perhutanan sosial. Bentuk kebijakan publik yang disebut dengan itu”, ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam sambutannya pada pembukaan rangkaian lokakarya.

Ketika program perhutanan sosial pertama kali diluncurkan, terjadi diskusi intensif antara pemerintah dan para aktivis yang telah terlibat sejak masa transisi pemerintah pada tahun 2014 mengenai pendekatan tujuan perhutanan sosial.

Jika kita bahas dan membedah data total kehutanan, maka tercapai 12,7 juta hektar sebagai angka ideal untuk melakukan pendekatan terhadap hutan kemasyarakatan melalui perhutanan sosial.

“Ini berarti konfigurasi 12,7 juta ha setara dengan berkurangnya akses pengelolaan masyarakat sebesar 4% hingga tahun 2014, yang setara dengan 30-35% akses pengelolaan termasuk redistribusi kawasan hutan seluas 4,1 juta ha. Ha,” jelas Menteri Citi.

Dalam pengelolaan ini, akses tetap dijadikan ukuran yaitu izin dan kerjasama. Dengan kata lain, angka 12,7 juta hektar merupakan nilai ideal dalam konfigurasi pemanfaatan kawasan hutan bagi masyarakat hingga tercapainya pencapaian akses pengelolaan hutan tersebut. Secara realistis, pada akhir tahun 2024 penyelesaian perhutanan sosial yang diinginkan dapat tercapai dengan proyeksi seluas 8 juta hektar dan kini lebih dari 7,08 juta hektar.

“Kenapa kita harus realistis, karena dalam kerja perhutanan sosial, hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat di pedesaan sepertinya berkembang sangat cepat dan dinamis, terutama di kawasan hutan dan desa sekitarnya. Jadi tidak sesederhana itu. Akses diberikan,” dia dikatakan.

Hingga Mei 2024, hasil program perhutanan sosial seluas 7,08 juta hektar yang terdiri dari 10.232 unit kontrak perhutanan sosial yang melibatkan 1,3 juta kepala keluarga di seluruh Indonesia.

Menteri Vadi kembali menegaskan bahwa perhutanan sosial merupakan kebijakan publik yang positif dalam rangka mencapai pemerataan ekonomi, tidak hanya dalam bentuk pemberian akses terhadap pengelolaan hutan, namun juga mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan peluang usaha, termasuk akses terhadap permodalan dan pasar. . 

 

 

Dalam hal peningkatan kapasitas pengelolaan hutan, tata kelola perusahaan, dan tata kelola perusahaan, pemerintah terus mendorong pengembangan usaha bagi kelompok yang telah disetujui untuk pengelolaan hutan sosial. Karena tujuannya adalah pertanian yang lebih baik, bisnis yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik,” kata Menteri Zit.

Saat ini telah terbentuk 13.460 Kelompok Usaha Sosial Kehutanan (KUPS) dan telah dilaksanakan upaya pengelolaan dan pemanfaatan hutan berdasarkan potensi hutan.

“Capaian ini sangat menggembirakan dan harus terus kita dorong agar dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi pengungkit pertumbuhan perekonomian nasional, apalagi harus dibangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah atau pedesaan,” kata Menteri Siti.

Secara ekonomi, perhutanan sosial mempunyai dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Nilai transaksi ekonomi KUPS tahun 2023 yang dilaporkan melalui sistem informasi GoKUPS mencapai Rp. 1,13 triliun atau sekitar 102,7% dari target Rp. 1 triliun. Pada tahun 2024, target nilai keekonomian akan semakin meningkat menjadi Rp. 1,5 triliun.

Perkembangan ekonomi masyarakat pada kelompok perhutanan sosial juga berdampak pada skala desa dan daerah, ditandai dengan meningkatnya Indeks Desa Mandiri (IDM) pada desa-desa yang mengadopsi perhutanan sosial. IDM yang dipantau pada tahun 2016 hingga tahun 2023 menunjukkan adanya peningkatan status defisit tinggi sebanyak 2.193 desa, menurun menjadi 189 desa pada tahun 2023. Untuk desa mandiri meningkat dari 33 desa pada tahun 2016 menjadi 1803 desa.

 

Beberapa kajian mengenai dampak perhutanan sosial juga telah dilakukan antara lain oleh kelompok penelitian kajian tingkat nasional oleh Universitas Gadjah Mada, Universitas Lampung, IPB dan Katadata. Studi dampak tersebut telah menunjukkan dampak nyata perhutanan sosial terhadap aspek ekonomi, lingkungan dan sosial seperti peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan tutupan lahan.

“Atas nama pemerintah, saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada seluruh pelaku, khususnya di tingkat lokal, seluruh masyarakat, dan para aktivis yang bersama-sama,” kata Menteri Siti.

Melalui lokakarya Sinergi Perhutanan Sosial ini, Menteri Siti mengatakan sudah saatnya kita menegaskan kembali komitmen kita dan bergandengan tangan untuk bersama-sama mendorong peningkatan kualitas perhutanan sosial demi kesejahteraan ekonomi dan kelestarian lingkungan serta menjaga hutan sebagai warisan yang tak ternilai harganya. Untuk generasi mendatang. Mari kita maju bersama, selamatkan hutan, selamatkan bumi, dan bangun masa depan yang lebih baik untuk semua.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *