Mon. Sep 16th, 2024

Sri Mulyani Raup Rp 24,99 Triliun dari Pajak Kripto hingga Fintech pada Mei 2024, Ini Penyumbang Terbesar

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Departemen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat pemerintah akan menyelesaikan pendapatan sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp 24,99 triliun pada 31 Mei 2024. 

Jumlah tersebut meliputi pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi melalui sistem elektronik (PMSE) sebesar Rp 20,15 triliun, pajak kripto sebesar Rp 746,16 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 2,11 triliun, dan dipungut oleh pihak lain pajak. Untuk pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (SIPP Pajak) Rp 1,99 triliun.

Sementara itu, pemerintah telah menunjuk 172 perusahaan PMSE untuk pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga Mei 2024. Tidak dilakukan penunjukan, koreksi/perubahan data atau pembatalan Pemungut PPN PMSE pada bulan Mei 2024.

Direktur Pelatihan, Pelayanan, dan Humas Dwi Astuti mengatakan, sebanyak 157 pemungut PMSE telah ditunjuk dan telah memungut dan menyetorkan PPN PMSE dengan total Rp 20,15 triliun. 

Jumlah tersebut berupa simpanan pada tahun 2020 sebesar Rp 731,4 miliar, tahun 2021 sebesar Rp 3,9 triliun, tahun 2022 sebesar Rp 5,51 triliun, simpanan sebesar Rp 6,76 triliun, dan tahun 2023 sebesar Rp 3 triliun. Berasal dari simpanan senilai Rp 250 miliar, ujarnya. . Dwi dalam keterangan DJP, Jumat (21 Juni 2024).

Sementara itu, pendapatan pajak mata uang kripto terkumpul hingga Rp 746,16 miliar pada Mei 2024. Pendapatan tersebut menjadi Rp 246,43 miliar pada tahun 2022 dan Rp 278,88 miliar pada tahun 2023. 

Penerimaan pajak kripto terdiri dari penerimaan PPh 22 sebesar Rp 351,34 miliar untuk transaksi penjualan cryptocurrency di bursa dan penerimaan DN PPN sebesar Rp 394,82 miliar untuk transaksi pembelian cryptocurrency di bursa, ujarnya.

 

 

Kemudian, fintech pajak (P2P lending) juga akan menyumbang penerimaan pajak senilai Rp 2,11 triliun pada Mei 2024. Pendapatan Fintech berasal dari pendapatan tahun 2022 sebesar Rp 446,39 miliar, pendapatan tahun 2023 sebesar Rp 1,11 triliun, dan pendapatan tahun 2022 sebesar Rp 549 miliar, pendapatan sebesar Rp 47 miliar. . 

Pajak fintech tersebut adalah PPh 23 atas bunga kredit yang diterima WPLN sebesar Rp 713,51 miliar kepada WPLN, PPh 26 atas bunga kredit yang diterima WPLN sejumlah Rp 256,9 miliar, dan PPN DN 1,14 triliun atas deposito berjangka.

Penerimaan pajak dari usaha ekonomi digital lainnya berasal dari pendapatan SIPP. Pada Mei 2024, penerimaan pajak SIPP sebesar Rp 1,99 triliun. 

Penerimaan pajak SIPP sebesar Rp 402,38 miliar pada tahun 2022 dan Rp 469,4 miliar pada tahun 2023. Pendapatan SIPP sebesar Rp 134,1 miliar dan PPN sebesar Rp 185 miliar.

“Untuk mencapai keadilan dan kesetaraan dalam berusaha (level playing field) baik bagi perusahaan tradisional maupun digital, pemerintah terus menunjuk pengusaha PMSE yang menjual produk atau memberikan layanan digital kepada konsumen Indonesia di luar negeri,” kata Dwi. . 

Dwi mengatakan, ke depan, pemerintah akan menjajaki potensi pendapatan bisnis ekonomi digital lainnya, antara lain pajak mata uang kripto atas transaksi perdagangan aset mata uang kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas pengadaan barang. atau layanan. Transaksi melalui sistem informasi pengadaan pemerintah

Sebelumnya, pemerintah resmi mendaftarkan pajak atas aset cryptocurrency melalui Peraturan Kementerian Keuangan RI Nomor 68/PMK.03/2022 yang mulai berlaku pada 1 Mei 2022. Peraturan Perbendaharaan ini mengatur nilai. Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Tirta Karma Senjaya mengatakan pajak mata uang kripto di Indonesia mempengaruhi nilai transaksi mata uang kripto di dalam negeri. 

“Perpajakan saat ini menambah biaya bagi pelanggan kami. Banyak pelanggan kami yang berdagang valuta asing,” kata Tirta dalam talk show Indodax, ditulis Rabu (28/02/2024). 

Tirta menambahkan, penerapan dua pajak terhadap aset kripto yakni PPH dan PPN karena aset kripto saat ini masih dianggap sebagai komoditas. Tirta berharap pajak mata uang kripto bisa dikenakan setengahnya karena industri mata uang kripto di dalam negeri masih dalam masa pertumbuhan. 

“Jika diterapkan secara langsung, industri cryptocurrency di Indonesia masih dalam tahap awal. Secara keseluruhan, industri cryptocurrency masih dalam tahap baru. Industri baru harus diberi ruang untuk berkembang,” kata Tirta. 

 

Terkait dengan pengalihan pengawasan aset mata uang kripto dari Bafevti ke Badan Pengawas Keuangan (OJK), diharapkan evaluasi dapat dilakukan oleh Komisioner Pelayanan Pajak Nasional karena kedepannya mata uang kripto akan masuk ke sektor keuangan. 

“Secara umum, jika tidak ada pengurangan pajak atas aset cryptocurrency, setidaknya ada ketetapan pajak yang menerapkan PPh dan PPN. Kami dan Asosiasi siap bekerja sama dengan Komisioner Pendapatan Dalam Negeri,” kata Tirta. 

Namun, menurut Tirta, pajak atas aset kripto memberikan kontribusi yang besar bagi negara. Faktanya, pajak aset mata uang kripto menyumbang lebih dari 50% pajak fintech. 

Dari sisi pelaku industri, CEO Indodax Oscar Darmawan berharap pajak PPN atas aset cryptocurrency dihilangkan dan dikenakan PPN seperti transaksi pasar saham. 

“Perkembangan regulasi di Indonesia sudah membaik dengan adanya pajak cryptocurrency, PPN dan PPN, namun lebih baik tanpa PPN,” tutupnya. 

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *