Fri. Sep 20th, 2024

Strategi Kitabisa Ajak Masyarakat untuk Mengurangi Timbunan Sampah

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Komitmen Kitabisa dalam menjaga lingkungan melalui program Askara Nusantara akan terus berlanjut. Inisiatif berkelanjutan ini berfokus pada pengelolaan limbah dan pelestarian lingkungan.

Program yang mengusung misi “Ramah Bumi, Ramah Manusia” ini disebut berhasil melibatkan ribuan masyarakat dari berbagai kota seperti Bandung, Pekanbaru, dan Yogyakarta dalam berbagai aksi peduli lingkungan.

Salah satu program unggulan Kitabisa adalah Safe Earth Action, sebuah kompetisi berbasis komunitas yang bertujuan untuk mencari solusi inovatif dalam pengelolaan tumpukan sampah.

Ketua Pengurus Yayasan Kitabisa Edo Irfandi mengatakan, penerapan program Askara Nusantara sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SGD).

“Kitabisa telah berdiri selama 10 tahun dan kini telah mendapat kepercayaan dari 10 juta donatur. Kami terus berkembang dengan menciptakan dan melaksanakan program-program yang berkelanjutan dan berdampak,” kata Edo dalam keterangannya, Senin (29/7/2024).

Komitmen Kitabisa dalam melaksanakan program berbasis lingkungan hidup, kemasyarakatan, dan tata kelola mendapat pengakuan pada Indonesia DEI & ESG Awards (IDEAS) 2024 dengan meraih Silver Winner Award subkategori Lingkungan Hidup.

“Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap Askara Nusantara sebagai salah satu pilar program berkelanjutan Kitabisa,” tutup Edo.

Sebagai informasi, IDEAS 2024 diikuti oleh kementerian/lembaga/daerah, perguruan tinggi, BUMN, cabang BUMN, BUMD, perusahaan swasta dan multinasional, LSM, dan organisasi nirlaba seluruh Indonesia.

Edo mengklaim platform Kitabisa menjadi satu-satunya organisasi nirlaba yang menerima penghargaan ini.

Dari sisi permasalahan sampah, Citarum masih menghadirkan permasalahan lingkungan yang cukup mengkhawatirkan.

Berdasarkan data resmi Citarum Harum, penumpukan sampah di daerah tangkapan air (DAS) Citarum mencapai 15.838 ton per hari. Padahal, Citarum mempunyai peranan yang sangat penting, baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat.

Permasalahan ini juga menjadi kekhawatiran pemerintah Jepang, mengingat ada dua faktor utama yang mencemari Sungai Citarum: air limbah dan limbah padat. Selain pengelolaan sampah, kunci untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengubah perilaku masyarakat.

“Penting untuk mengubah mentalitas dan tindakan masyarakat membuang sampah ke sungai. Memang butuh waktu lama, tapi saya yakin kita bisa melakukannya,” Sekretaris Kedutaan Besar Jepang untuk Lingkungan Hidup Takuya Nomoto kepada Liputan6 com Climate Talk Program . Jumat (26/7/2024).

Nomoto juga mencontohkan acara bersih-bersih bernama “Spo Gomi” yang diselenggarakan oleh Aeon Delight dan Marubeni di sekitar Universitas Katolik Parahyangan, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bandung dan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Banyak anak muda yang mengikuti Spo Gomi. Saat itu, ketika saya sedang mengumpulkan sampah di jalan, banyak juga orang lain yang melihat dan mencoba memungutnya. Saya yakin acara seperti ini berpotensi mengubah perilaku masyarakat”, katanya.

Ia juga menjelaskan, pembersihan sungai di Jepang saat ini memerlukan proses yang panjang.

“Pada tahun 1960-an atau 1970-an, sungai-sungai di perkotaan Jepang cukup kotor, namun kami mencoba memasang fasilitas pengolahan limbah seperti pembangkit listrik tenaga sampah. Kami belajar pentingnya mengeluarkan uang untuk barang-barang yang kami buang.” lanjutnya.

“Jika tidak, lingkungan tidak akan terpelihara dengan baik dan tentu saja kita membutuhkan lebih banyak dana untuk memulihkannya.”

Nomoto pun optimistis ke depannya Indonesia bisa mengikuti jejak Jepang dalam hal membersihkan sungai.

“Menurut saya, cukup banyak masyarakat Indonesia yang sadar akan pentingnya lingkungan yang baik,” ujarnya.

“Jika Jepang membutuhkan waktu 30 atau 40 tahun untuk membangun masyarakat yang bersih, Indonesia mungkin tidak akan mengalami hal yang sama. Kami ingin maju bersama Indonesia untuk mempercepat transisi lingkungan untuk mencapai Indonesia emas pada tahun 2045,” tambahnya.

Indonesia dan Jepang sepakat untuk bekerja sama membersihkan Sungai Citarum.

Berdasarkan diskusi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Nishimura Akihiro, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Akihiro akhirnya menandatangani nota kesepahaman pada tahun 2022.

Berdasarkan kerangka tersebut, kerja sama perbaikan kondisi Sungai Citarum terus berlanjut dengan kerja sama banyak mitra, kata Nomoto.

Sejumlah proyek kolaboratif meliputi:

Pertama, Sewerage dan Johkasou, teknologi pengolahan air limbah terdesentralisasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas air. Misalnya Kota Kawasaki yang bekerjasama dengan Kota Bandung.

“Kawasaki City memberikan pelatihan dan materi pengelolaan sampah kepada rekan-rekan di Kota Bandung,” jelas Nomoto. 

Kedua, untuk mengurangi sampah padat dari darat ke sungai, penting untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang baik.

“Salah satu langkah penting adalah penandatanganan kontrak antara Provinsi Jawa Barat dan konsorsium internasional untuk proyek KPS Sampah Legok Nangka, sebuah kemitraan publik-swasta yang diadakan di Bandung bulan lalu,” tambahnya. 

Proyek ini merupakan salah satu proyek pengolahan sampah terbesar di Indonesia, mencakup enam kota dan prefektur di sekitar Bandung dan juga akan menghasilkan listrik menggunakan energi terbarukan.

“JICA mendukung tender tersebut bersama dengan International Finance Corporation (IFC), dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang memberikan dialog dan dukungan teknis dengan pemerintah Indonesia,” lanjutnya. 

Proyek ini juga merupakan salah satu proyek prioritas Asia Zero Emission Community (AZEC).

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *