Tue. Oct 8th, 2024

Tahu Love Language Enggak Cukup, Penting Mengenali Stress Language Pasangan untuk Komunikasi yang Lebih Baik

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Pernahkah Anda merasa tidak nyaman saat berkomunikasi dengan pasangan? Apakah pasangan Anda tampak marah atau tertekan saat Anda ingin menunjukkan perhatian dan kasih sayang? Atau, saat mencoba menyelesaikan suatu masalah, pasangan Anda memilih menghindarinya?

Jika ya, Anda tidak sendirian. Banyak orang yang kesulitan berkomunikasi dengan pasangannya, terutama saat sedang stres.

Bahasa cinta, sebuah konsep populer untuk memahami bagaimana orang mengekspresikan dan menerima cinta, mungkin tidak selalu cukup untuk mengatasi situasi ini. Di sini bahasa stres memainkan peran penting.

Bahasa stres adalah cara seseorang bereaksi dan berkomunikasi ketika sedang stres. Dengan memahami bahasa stres pasangan Anda, Anda dapat belajar bagaimana berkomunikasi dengan lebih efektif, membangun hubungan yang lebih kuat, dan menghindari kesalahpahaman. Efek stres pada hubungan

Stres tidak hanya buruk bagi kesehatan mental dan kesejahteraan kita, tetapi juga dapat merusak hubungan kita. Sebuah laporan dari majalah The Every Girl menyatakan bahwa ketika kita stres, energi dan sumber daya kita terkuras, sehingga mengakibatkan: Tidak ada kesabaran: Kita menjadi marah dan kesal. Kurangnya libido: berkurangnya keinginan untuk berhubungan seks. Keluar: Kami lebih memilih untuk menghindari pasangan kami. Argumen dan konflik: Kita mudah berdebat dan menyalahkan pasangan kita.

Akibatnya keintiman dan dukungan emosional dalam hubungan menurun. Komunikasi juga menjadi sulit sehingga menimbulkan kesenjangan yang semakin besar antara kita dan pasangan.

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahasa stres pasangan Anda, untuk mengetahui cara menghadapinya. 5 jenis bahasa beraksen.

Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang selalu ingin “membantu” ketika sedang stres? Orang dengan bahasa stres mencoba untuk “memperbaiki” situasi tanpa bertanya, bahkan ketika mereka tidak perlu melakukannya. 

Meskipun mereka tampak berguna dan mampu dari luar, sering kali mereka lebih banyak merugikan daripada membawa manfaat. Mereka bisa melampaui batas, menjadi menyebalkan dan mendominasi, atau bahkan memperlakukan pasangannya seperti anak kecil.

Misalnya, dalam situasi stres, Fixer mungkin memaksa pasangannya untuk memilih pakaian tertentu karena mereka tidak mempercayai pasangannya untuk membuat pilihan yang tepat. Terakhir, tidak jarang mereka tampak “mengendalikan” dibandingkan “membantu”.

Perilaku seperti itu bisa merusak hubungan karena bisa membuat pasangan merasa tertekan, terkendali, dan tidak dihargai. 

Penyangkal adalah seseorang yang menyebarkan hal-hal positif yang beracun, bahkan kepada dirinya sendiri. Mereka memilih untuk melihat sisi positif dalam segala situasi, bahkan ketika mereka mengalami kesulitan. Alih-alih mengelola emosi negatif dengan cara yang sehat, mereka malah menekan dan meminimalkannya.

Selain itu, mereka juga bisa mempunyai pola pikir “jangan abaikan sampai hilang” dan bersikap seolah tidak ada masalah.

Sikap ini bisa berbahaya bagi suatu hubungan karena bisa membuat pasangan Anda merasa tidak didengarkan, diabaikan, dan tidak dihargai. Penting untuk mengenali tanda-tanda bahasa stres ini dan mendorong pasangan untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur ​​tentang perasaan mereka. 

Saat stres, semua orang ingin melarikan diri dari waktu ke waktu. Namun, orang dengan bahasa stres lebih memilih untuk menekan stres dengan gangguan. Alasannya sederhana: jika mereka tidak memikirkannya, stres tidak akan merugikan atau menghancurkan mereka.

Sayangnya, strategi ini mempunyai kelemahan. Orang dengan bahasa stres ini biasanya menggunakan cara-cara berikut: Menggunakan alkohol atau zat terlarang. Menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar (ponsel, komputer, atau TV). Lembur.

Perilaku ini dapat merusak hubungan karena dapat menyebabkan kecanduan, masalah kesehatan, dan pengabaian. 

Pernahkah Anda melihat bagaimana orang menjadi marah dan agresif ketika mereka stres? Orang dengan bahasa stres mempunyai respons “lawan atau lari” terhadap stres. Otak mereka memberi sinyal bahaya dan mereka merespons dengan “meledak” ke arah pasangannya.

Orang-orang ini menjadi mudah tersinggung, agresif dan kritis. Mereka cepat menyalahkan seseorang atau sesuatu atas masalah yang mereka hadapi.

Contoh perilaku mereka: Kemarahan reaktif: Mereka mudah marah dan kehilangan kendali. Paranoia: Mereka curiga dan tidak percaya pada orang lain. Gangguan berpikir: Mengalami kesulitan berpikir jernih dan mengambil keputusan rasional. Meninggalkan percakapan: Ketika mereka merasa frustrasi, mereka tiba-tiba pergi di tengah percakapan. Menyalahkan Mitra: Mereka menyalahkan pasangannya atas stres yang mereka alami.

Sikap ini bisa sangat berbahaya bagi suatu hubungan karena dapat menimbulkan perasaan takut, terancam, dan tidak hormat pada pasangan. 

Berbeda dengan The Exploder yang agresif, orang dengan bahasa stres menyimpan stresnya di dalam. Mereka cenderung menyalahkan diri sendiri atas stres yang mereka alami, sehingga berujung pada kritik diri dan rasa malu.

Contoh perilaku mereka: Menyalahkan diri sendiri: Mereka selalu menyalahkan diri sendiri atas segala sesuatu yang tidak beres. Mencela diri sendiri: Mengatakan atau berpikir negatif tentang diri sendiri, seperti, “Aku tidak akan pernah bisa melakukan hal yang benar”, “Aku sangat bodoh”, atau “Itu selalu salahku”.

Anda dan pasangan juga bisa memahami bahasa stres tanpa bantuan profesional.

Perhatikan bagaimana reaksi Anda dan pasangan saat stres, apakah Anda diam, marah, menyangkal, bertindak impulsif, atau menyalahkan diri sendiri. Tanyakan pada pasangan Anda bagaimana mereka mengatasi stres, mereka mungkin melihat hal-hal yang tidak Anda mengerti.

Setelah Anda memahami bahasa stres satu sama lain, bicaralah secara terbuka dengan pasangan Anda. Sadarilah bahwa orang dapat mengacaukan bahasa stres dengan bahasa cinta.

Situasi yang berbeda dapat menyebabkan reaksi stres yang berbeda. Komunikasi terbuka membantu Anda memahami satu sama lain dan tumbuh sebagai pasangan.

Bahasa yang tegas bukan dimaksudkan untuk mengkritik atau menghakimi, namun untuk memahami. Bekerja sama untuk mempelajari bagaimana satu sama lain bereaksi terhadap stres.

Memahami tanda-tanda peringatan dan apa yang harus dilakukan ketika stres muncul akan membantu, sehingga Anda dan pasangan dapat beristirahat sejenak dan mengatasi masalah sebelum terlambat.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *