Thu. Sep 19th, 2024

Tanggapi Protes UKT Mahal, Pejabat Kemendikbudristek Sebut Pendidikan Tinggi Itu Tersier

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merespons gelombang kritik dan protes biaya kuliah (UKT) di perguruan tinggi yang semakin mahal. Sekretaris Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menjelaskan, perguruan tinggi di Indonesia tidak bisa bebas seperti di negara lain. Penyebabnya, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan operasional.

Terkait banyaknya protes terhadap UKT, Tjitjik menjelaskan, pendidikan tinggi merupakan pendidikan tinggi atau pilihan yang tidak termasuk dalam wajib belajar 12 tahun. Wajib belajar di Indonesia kini hanya 12 tahun, yaitu dari SD, SMP, dan SMA.

Artinya tidak semua lulusan SMA atau SMK wajib masuk perguruan tinggi. Ini pilihan, kata Tjitjik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. dan Kementerian Kebudayaan, Rabu 15 Mei 2024, dikutip dari akun YouTube Java Pos TV, Kamis (16/05/2024).

“Apa akibat dari penyebab pendidikan tinggi ini? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan difokuskan, diprioritaskan, pada pendanaan wajib belajar karena diwajibkan oleh undang-undang,” lanjutnya.

Meski demikian, Tjitjik mengaku pemerintah tetap bertanggung jawab dengan memberikan pendanaan melalui BOPTN. Namun besarannya belum bisa menutupi Biaya Kuliah Tunggal (BKT), sehingga sisanya ditanggung masing-masing mahasiswa melalui UKT.

UKT-nya juga tidak bertambah, namun ada penambahan kelompok UKT di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN). Penambahan kelompok UKT ini dilakukan oleh beberapa PTN untuk memberikan fasilitas bagi mahasiswa dari keluarga mampu.

Jadi bukan soal peningkatan UKT tapi peningkatan kemitraan UKT untuk memberikan fasilitas kepada mahasiswa dari keluarga mampu, katanya di Jakarta, Rabu, dilansir Antara.

Tjitjik menjelaskan, permasalahan tersebut terjadi karena pihak kampus mengalami lonjakan besar tarif UKT yang biasanya terjadi pada kelas empat hingga kelas lima dan seterusnya dengan rata-rata lima hingga 10 persen. Hal ini menjadi kontroversi, imbas dari gelombang demonstrasi Mahasiswa Negeri (PTN) yang terjadi belakangan ini di beberapa daerah.

Namun pemerintah sepakat bahwa di setiap PTN minimal harus ada 20 persen UKT pertama dan kedua untuk memastikan masyarakat miskin tetap memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas. Tjitjik juga mengingatkan PTN akan menyesuaikan kelompok UKT untuk diserahkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terlebih dahulu.

Setelah mendapat persetujuan, siswa perlu diberitahu. Selain itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Ristek, dan Teknologi Kemendikbud Abdul Haris juga memanggil seluruh rektor PTN usai demonstrasi mahasiswa di UKT.

Seruan tersebut dilakukan dalam rangka menilai berbagai kebijakan terkait ketentuan UKT agar tidak berlarut-larut dan mengganggu proses belajar mengajar. “Kami akan meminta laporan kepada seluruh perguruan tinggi, bahkan kami akan meminta perguruan tinggi membuka jalur pengaduan,” jelasnya.

Perguruan tinggi mempunyai kewenangan daerah untuk menentukan jumlah UKT untuk jenjang III dan seterusnya, sedangkan untuk jenjang I dan II ditentukan oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa pemerintah harus menetapkan Standar Kesatuan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi (SSBOPT).

SSBOPT merupakan tolok ukur penyediaan biaya pendidikan tinggi yang ditinjau secara berkala dengan mempertimbangkan pencapaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks biaya daerah. SSBOPT menjadi dasar alokasi Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan BKT serta ketentuan BKT menjadi dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan gelar. 

Di sisi lain, Gerakan Masyarakat Aktivis Milenium Indonesia meminta pemerintah segera menangani permasalahan peningkatan UKT di perguruan tinggi Indonesia. Menurut Ketua Umum KAMI Ilham Latupono di Sukabumi, Rabu, permasalahan ini harus diselesaikan secepatnya agar tidak berdampak pada pembinaan generasi baru yang akan berperan dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

“Mahasiswa masa kini akan menjadi pemimpin bangsa dan negara pada tahun 2045, bayangkan jika mereka putus kuliah karena kenaikan UKT yang tidak terduga ini,” ujarnya.

Jenderal KAMI juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk sesegera mungkin membatalkan kenaikan UKT dan mengevaluasi secara cermat operasional perguruan tinggi Tanah Air. “Jangan sampai desentralisasi kampus menjadi komersial, apalagi mengorbankan mahasiswanya,” ujarnya.

Ilham meyakini Presiden Jokowi masih mempunyai komitmen tinggi untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Tanpa dukungan generasi emas, lanjutnya, visi tersebut pasti tidak akan terwujud. Ia pun menilai kejadian ini harus menjadi pengingat bagi presiden terpilih Indonesia pada Pilpres 2024, Prabowo Subianto, agar konsisten mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *