Fri. Sep 20th, 2024

Tantangan untuk Tionghoa Muslim, Harus Hidup Lebih Baik

By admin Jun15,2024 #Islam #Tionghoa #Toleransi

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Banyak tantangan yang dihadapi warga Indonesia saat memutuskan menjadi Muslim. Bagaimana tidak mereka harus mengadopsi dua identitas sekaligus, yakni Tionghoa dan Muslim. Kedua identitas tersebut dapat dilihat sebagai lingkungan negatif bagi perilaku yang tidak menguatkan.

Pengakuan tersebut diutarakan Ustad Naga Chiu, Imam Masjid Lautze, saat memaparkan acara Inspirasi Ramadhan edisi pagi di channel Youtube BKN PDI Perjuangan dengan pembawa acara Garda Maharsi pada Sabtu pagi (30/03/2024).

“Termasuk keluarga saya,” katanya. Kalau saya masuk Islam tapi hidup saya tidak kunjung membaik, nanti saya nilai karena saya masuk Islam. Jadi hal seperti ini sering terjadi di keluarga Tionghoa.” kata.

Ustad Naga yang biasa disapa Naga Kunadi mengungkapkan perkenalan pertamanya dengan Islam melalui mimpi yang dialaminya saat duduk di bangku sekolah menengah. Dalam mimpinya dia menyadari bahwa dia berada di dalam api dan melihat orang-orang dirantai.

“Dalam kebakaran itu saya melihat banyak orang dengan tongkat tanah dirantai dan diikat,” katanya. Bentuknya sudah sangat buruk pada saat itu. Jadi pada saat itu saya pikir itu hanya mimpi buruk.”

Bertahun-tahun kemudian, lanjutnya, mimpinya terkabul ketika ia membaca surat Al-Humaza saat bepergian bersama salah satu tokoh buku tersebut. Dia ingin mulai belajar Islam dari sana.

“Tentu saja pencarian Islam tidak semudah sekarang,” ujarnya. Jika Anda menulis surat di Internet sekarang, semuanya terbuka. Tapi kemudian saya bertanya kepada teman-teman. “Pada dasarnya, aku banyak bertanya.” Jadi.

Menurut Ustad Naga, ia memutuskan masuk Islam ketika mencari makna Syahadat dalam Islam. Dalam pencariannya, ia menemukan bahwa orang-orang pantas mengucapkan syahadat.

“Itulah yang saya cari sendiri,” jelasnya. Pada akhirnya sulit diringkas dengan kata-kata, kita hanya bisa merasakan, dan itulah yang saya dapatkan.

Sebelum masuk Islam, ia belajar shalat dan berpuasa. Pertanyaan tersebut ia ajukan karena sering kali mendapat jawaban atas pertanyaannya tentang sulitnya masuk Islam karena harus menjalankan keimanannya dengan berpuasa dan shalat lima waktu. Faktanya, dia menganggap gagasan itu salah.

“Saya merasa tidak ada yang serius dan itu yang membuat saya kuat pada akhirnya karena saya masuk Islam,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Ustad Naga menambahkan, sejak masuk Islam, banyak tantangan yang ia hadapi dari lingkungan keluarga. Namun, keluarganya selalu menghormati dan membiarkan apa yang mereka yakini.

“Apalagi sebagai seorang nenek,” tambahnya. “Walaupun menentang, ibu saya tidak menyukai saya masuk Islam, namun beliau selalu memasak untuk saya selama berpuasa.”

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *