Wed. Sep 25th, 2024

Tarif Cukai Rokok Siap-Siap Naik Lagi, Apa Saja Dampaknya?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Industri tembakau terkena dampak berbagai peraturan yang dapat merusak keberlanjutan industri. Baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Keputusan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Kemudian, berdasarkan Pemberitahuan Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2025, pemerintah berencana meningkatkan penerimaan cukai sebesar 5,9% menjadi Rp 244,2 triliun.

Peningkatan target tersebut dikhawatirkan akan diikuti dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025 sehingga menambah tantangan bagi industri tembakau.

Melihat kondisi tersebut, banyak ahli menilai rencana kenaikan tarif CHT secara moderat dan multiyears sesuai dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Prinsip Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) hingga tahun 2025 merupakan langkah yang tepat. Kebijakan ini perlu diterapkan karena kenaikan cukai yang berlebihan justru berdampak buruk pada pengendalian belanja dan perolehan pendapatan pemerintah.

Ekonom kawakan dan pakar kebijakan publik UPN Jakarta Achmad Nur Hidayat sependapat bahwa arah kebijakan cukai harus seimbang antara tujuan pengendalian konsumsi rokok dan peningkatan pendapatan negara. Kebijakan ini juga harus memperhatikan keberlangsungan industri tembakau dan petani tembakau agar dampak ekonominya dapat diminimalisir.

Dalam hal ini, Achmad mengamini kebijakan CHT multiyears dapat memberikan kepercayaan kepada industri untuk merencanakan produksi dan investasi dalam jangka panjang. “Dengan kebijakan ini, pelaku usaha dapat menyesuaikan strategi bisnisnya secara lebih terukur dan stabil,” ujarnya.

Achmad mencontohkan kenaikan cukai rokok yang mencapai dua digit dalam beberapa tahun terakhir. Dalam hal pendapatan pemerintah, peningkatan CHT sebesar dua digit tidak selalu terbukti berhasil menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Apalagi kebijakan ini justru mempersulit posisi IHT yang terlihat dari menurunnya daya beli konsumen dan menurunnya produktivitas industri.

 

 

Oleh karena itu, Achmad mengatakan perlu dicari keseimbangan yang tepat antara target fiskal dan keberlanjutan industri, salah satunya dengan meningkatkan CHT sebesar single digit yang moderat sehingga dapat memberikan ruang bagi industri untuk melakukan penyesuaian, menjaga daya beli masyarakat sehingga penurunan konsumsi. tepat sasaran dan tidak merugikan industri.

“Saya setuju dengan pernyataan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai kenaikan tarif cukai rokok yang moderat. Pendekatan moderat ini dapat memastikan bahwa industri ini tidak berada dalam tekanan yang terlalu besar. Selain itu, kenaikan tarif cukai yang moderat mungkin merupakan dampak yang efektif. salah satu cara menekan peredaran rokok ilegal,” jelasnya.

Dalam kesempatan lain, Direktur Jenderal Kajian Ekonomi dan Kebijakan (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan kenaikan CHT untuk menekan konsumsi rokok belum efektif. Memang beban cukai yang tinggi justru akan menambah beban konsumen sehingga menyebabkan mereka memilih produk yang lebih murah atau beralih ke rokok ilegal.

 

Misalnya dalam tiga tahun terakhir, CHT selalu meningkat sebesar 12% pada tahun 2022, 10% pada tahun 2023, dan 10% pada tahun 2024. Dalam periode tersebut, rokok ilegal meningkat dari 5,5% pada tahun 2022 menjadi 6,9% pada tahun 2023.

“Ketergantungan pemerintah terhadap cukai harus diperhatikan karena pada akhirnya kenaikan ini menyulitkan masyarakat,” ujarnya.

Bagi Anthony, cukai rokok sebaiknya tidak dinaikkan ketika pendapatan masyarakat masih belum stabil. Ia mengingatkan, kenaikan cukai yang berlebihan hanya akan menambah beban belanja masyarakat.

“Kita perlu melihat urgensinya mengapa cukai rokok perlu dinaikkan, baik untuk kesehatan masyarakat atau sekadar untuk mengisi keuangan negara. Perlu dilihat secara keseluruhan,” tutupnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *