Fri. Sep 27th, 2024

Teknologi Transplantasi di Indonesia Alami Kemajuan, Kini Bisa Tangani Sel dan Jaringan

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Transplantasi adalah pengangkatan organ, sel, atau jaringan dari tubuh seseorang dan memasukkannya ke dalam tubuh pasien yang mengalami kegagalan organ.

Menurut ahli urologi Gerhard Reinaldi Situmorang, PhD, prosedur ini bisa menyelamatkan nyawa penerima donor.

Transplantasi baru dipertimbangkan setelah semua pengobatan lain gagal dan dokter yakin pasien hanya bisa disembuhkan melalui transplantasi, kata Gerhard di Transplant Fest 2024 bersama Asosiasi Transplantasi Indonesia (InaTS) di Car Free Day Sudirman, Minggu, Juni. 9 2024.

Ia menambahkan, transfer teknologi di Indonesia kini sudah maju. Kemajuan ini sebagian ditandai dengan peningkatan jenis transfer. Sebelumnya, hanya organ seperti ginjal dan hati yang bisa ditransplantasikan. Kini, transplantasi sel dan jaringan juga sudah bisa dilakukan di Indonesia.

Selain itu, kemajuan ini juga berimplikasi pada perkembangan usia pasien yang dapat ditransplantasikan. Misalnya, sebelumnya transplantasi ginjal hanya bisa dilakukan pada orang dewasa. Sekarang hal itu bisa dilakukan dengan anak-anak. Kemudian transplantasi hati yang awalnya hanya bisa dilakukan pada anak-anak, kini bisa dilakukan pada orang dewasa. 

“Tentu saja perkembangan transplantasi ini tidak lepas dari dukungan pemerintah yang terus meningkatkan sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) sehingga dapat membiayai prosedur transplantasi dan obat-obatan yang diperlukan untuk perawatan setelahnya”.

Selain itu, pemerintah juga mendorong berkembangnya layanan transfer di beberapa pusat di luar Pulau Jawa. Sehingga masyarakat di wilayah barat dan timur Indonesia bisa mendapatkan layanan ini, jelas Gerhard.

Secara teknis, lanjut Gerhard, operasi donor kini memiliki waktu perawatan yang lebih singkat karena menggunakan teknik terkini. Tindak lanjut bagi penerima setelah operasi juga lebih intensif dengan tingkat komplikasi yang jauh lebih rendah baik bagi penerima maupun donor.

Tingkat kelangsungan hidup penerima transplantasi juga meningkat karena kemajuan dalam bidang kesehatan dan teknologi medis.

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah adanya peluang untuk melakukan proses transplantasi organ dari donor dengan golongan darah lain atau dikenal dengan ABO inkompatibel, jelas Gerhard.

Terkait inovasi teknologi dan teknik yang digunakan, beberapa di antaranya adalah tes crossover, laparoskopi, dan human leukosit antigen (HLA).

HLA adalah protein yang ditemukan di sel tubuh manusia yang digunakan untuk mencocokkan donor dan penerima saat transplantasi dilakukan. Sedangkan transplantasi kornea menggunakan alat terbarukan, keratoplasti endotel membran Descemet (DMEK). Ini adalah prosedur baru untuk menggantikan lapisan endotel yang rusak dan membran Descemet).

Ada pula Descemet Stripping Endothelial Keratoplasty (DSEK) yang menggantikan lapisan endotel kornea yang rusak. Selain itu, Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty (DSAEK) serupa dengan DSEK, namun menggunakan teknologi otomasi (mikrokeratome) untuk menyiapkan jaringan donor, laser, dan rekayasa jaringan.

Pengembangan sistem registrasi untuk meningkatkan jumlah pendonor juga terus berlanjut dan dimulai dengan program registrasi transplantasi. Serta persiapan pengembangan layanan transplantasi donor kadaver, sehingga semakin banyak pasien yang dapat menerima organ untuk transplantasi.

“Inovasi lain yang sedang dikembangkan adalah layanan sel induk yang akan sangat bermanfaat bagi pasien, khususnya penyakit hematologi atau kelainan darah,” kata Gerhard.

Meskipun telah banyak kemajuan dalam bidang transplantasi di Indonesia, masih banyak kendala yang perlu diatasi.

“Kami yakin Indonesia tumbuh dalam bidang ini, namun masih ada beberapa keterbatasan yang masih dialami. Misalnya, ketersediaan layanan terpadu dan layanan pendukung transfer seperti pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan sumber daya manusia masih ada. terkonsentrasi di kota-kota besar.”

Selain itu, panjangnya birokrasi dalam persiapan transplantasi dan terbatasnya pilihan obat karena harganya yang masih relatif mahal juga menjadi tantangan.

“Tentu saja hal ini tetap menjadi perhatian kami dan kami berharap kedepannya akses transplantasi akan semakin luas,” kata Gerhard.

Namun selain akses dan kemudahan, kendala juga terkait dengan terbatasnya jumlah pendonor, terutama pendonor hidup karena pendonor organ padat hanya berasal dari pendonor hidup sehingga pasien yang dapat ditransplantasikan terbatas, ”ujarnya. dikatakan. dia menyimpulkan.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *