Fri. Sep 20th, 2024

Thailand Ajak 5 Negara Asia Tenggara Terapkan Skema ala Visa Schengen demi Capai Target 80 Juta Wisman per Tahun

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Thailand berupaya mendongkrak pariwisata di Asia Tenggara dengan skema visa baru. Negara kulit putih tersebut telah meminta lima negara tetangganya untuk menerapkan sistem serupa dengan visa Schengen.

Melansir laman Euronews, pada Kamis 11 April 2024, jika sistem yang diusulkan ini diterapkan, maka Kamboja, Malaysia, Myanmar, Vietnam, dan Laos akan mudah diakses dari Thailand. Media lokal melaporkan minggu ini bahwa perdana menteri Thailand telah menguraikan rencana untuk meningkatkan potensi negara tersebut untuk mencapai target 80 juta wisatawan per tahun pada tahun 2027.

Seperti apa sistem visa Schengen di Asia Tenggara? Perdana Menteri Thailand Sarita Thawisin mengatakan dia mendukung program visa bersama yang bertujuan untuk menarik wisatawan kaya dari negara-negara yang jauh.

Pembicaraan dengan para pemimpin negara tetangga dikatakan berjalan baik. Sekitar 70 juta wisatawan mengunjungi enam negara ini tahun lalu, dan Thailand serta Malaysia menjadi tuan rumah bagi sebagian besar wisatawan tersebut.

Thailand menghadapi tantangan ekonomi yang serius di tengah lesunya sektor manufaktur dan rendahnya ekspor. Popularitasnya di kalangan wisatawan sangat penting bagi kelangsungan hidup negara ini, karena industri pariwisata menyumbang sekitar 12 persen perekonomian negara dan juga menciptakan sekitar 20 persen lapangan kerja.

Negara-negara lain yang akan masuk dalam skema Schengen juga akan mendapatkan keuntungan dari peningkatan ini. Saat ini, warga negara Eropa dapat melakukan perjalanan ke Thailand tanpa visa 30 hari, dengan perpanjangan hanya tersedia dengan biaya tambahan dan hanya di lokasi tertentu.

Kamboja dan Laos juga menawarkan e-visa atau visa pada saat kedatangan selama 30 hari, sedangkan Vietnam menawarkan masa tinggal bebas visa selama 45 hari dan Malaysia menawarkan 90 hari. Turis Eropa harus mengajukan permohonan visa turis Myanmar selama 28 hari secara online.

Pakar perjalanan regional mengatakan setiap program baru harus menyediakan visa 90 hari, yang berarti wisatawan dapat menghabiskan lebih banyak waktu di setiap negara yang mereka pilih untuk dikunjungi. Namun, implementasi sebenarnya dari proses tersebut mungkin tidak begitu jelas.

Di Asia Tenggara, hal ini bisa menjadi proses yang lambat, karena perjanjian bilateral membutuhkan waktu untuk diselesaikan dalam dunia politik yang sangat kompleks. Pemerintah Thailand juga telah melakukan berbagai perubahan pada kebijakan visa internasionalnya.

Minggu ini, pejabat Thailand mengungkapkan rencana untuk membatalkan visa dengan Australia. Meski tanggalnya belum ditentukan, ada kemungkinan penguatan perjanjian perdagangan kedua negara serta pengembangan pariwisata.

Pada bulan Maret 2024, Tiongkok dan Thailand memperkenalkan sistem masuk bebas visa yang saling menguntungkan, yang berarti warga negara dapat melakukan perjalanan antar kedua negara dan tinggal hingga 30 hari. Sejak diberlakukannya kebijakan ini, pemesanan perjalanan dari kedua negara meningkat.

Kebijakan ini mengikuti penerapan serupa pada November 2023, di mana pengunjung India juga dapat mengunjungi Thailand tanpa mengajukan visa. Langkah-langkah positif ini dapat mendorong diskusi lebih lanjut mengenai visa dalam waktu dekat.

Hal ini sebenarnya menjadi pertanda baik bagi Thailand, yang mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah wisatawan internasional pada kuartal pertama tahun 2024, dengan menyambut lebih dari sembilan juta orang. Wisatawan Tiongkok, sekitar 1,7 juta, merupakan jumlah wisatawan terbesar yang berkunjung ke Thailand, diikuti oleh wisatawan dari Malaysia, Rusia, Korea Selatan, dan India.

Sebelumnya santer beredar kabar mengenai kebijakan pajak pariwisata yang akan diberlakukan bagi wisatawan mancanegara ke Bali pada 14 Februari 2024. Para pengamat menilai kebijakan ini bisa menyebabkan wisatawan memilih negara seperti Thailand dibandingkan Indonesia.

Salah satu alasannya adalah Thailand benar-benar mengurangi biaya pariwisata bagi pengunjung. Mereka memutuskan untuk mengurangi pajak dan harga alkohol untuk mengurangi biaya kehidupan malam bagi wisatawan. Menanggapi hal tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Minparikraft) Sandiga Salahuddin Ono berharap kebijakan baru tersebut tidak terlalu mempengaruhi minat wisatawan asing ke Bali.

“Kami tegaskan dari awal bahwa pungutan bagi wisman ini untuk mengatasi persoalan membuang sampah sembarangan dan melestarikan budaya Bali. Kami ingin menyelenggarakan pariwisata yang berkualitas, khususnya di Bali yang banyak dikunjungi wisman.” Pengarahan mingguan bersama Sandy Uno dilakukan di pangkalan Hybrid di Jalarta, Senin, 29 Januari 2024.

“Mungkin yang hanya melihat biayanya saja menganggap ke Thailand lebih murah, tapi menurut saya tidak akan berdampak besar, apalagi secara geografis wisman asal Australia lebih dekat ke Bali dan selama ini banyak yang datang ke sana. Bali.” Ia melanjutkan, pihaknya berharap pajak pariwisata ini berhasil menarik lebih banyak wisatawan mancanegara, tidak hanya soal kuantitas saja.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *