Sat. Sep 21st, 2024

TNI Terjunkan 12 Ribu Personel untuk Amankan World Water Forum ke-10

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengerahkan 12.000 personel gabungan Angkatan Darat (AD), AU (Angkatan Udara), dan Angkatan Laut (AL) untuk mengamankan World Water Forum ke-10 yang digelar pada 18-25. Mei 2024 di Bali.

“Mereka bertugas di sana untuk memberikan pengamanan dan penanganan kesehatan,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI (Kapuspen) Mayjen TNI Nugraha Gumilar seperti dikutip dalam keterangan resmi, Senin (29/4/2024) di Jakarta.

Personil TNI mulai melakukan pengamanan di lokasi seminggu sebelum kejadian. Gumilar mengatakan, hal itu dilakukan agar dirinya bisa memantau dan memetakan tempat-tempat yang perlu diawasi secara ketat.

Personil TNI tidak hanya menjaga darat, tetapi juga udara dan laut di sekitar Pulau Dewata. “KRI kita kerahkan di Selat Bali dan Lombok,” ujarnya.

TNI tidak hanya fokus pada keamanan saja, namun dalam rangkaian kegiatannya akan menyediakan beberapa pesawat untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana alam.

“Untuk persiapan evakuasi jika terjadi bencana alam atau erupsi Gunung Agung, kami juga menyiapkan pesawat untuk evakuasi ke sana,” ujarnya.

TNI juga menyediakan tenaga medis untuk mengantisipasi korban bencana alam yang terjadi di Bali.

Dengan upaya pengawasan yang ketat tersebut, ia berharap kegiatan World Water Forum ke-10 di Bali dapat berjalan lancar dan aman.

World Water Forum merupakan forum internasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di sektor air, mulai dari pemerintah, parlemen, pemimpin politik, lembaga multilateral, politisi, akademisi, masyarakat sipil hingga dunia usaha.

World Water Forum ke-10 mengangkat tema “Water for Shared Prosperity” dan akan membahas beberapa subtema yaitu ketahanan dan kesejahteraan air; air untuk manusia dan alam; pengurangan dan pengelolaan risiko bencana; pengelolaan air, kerja sama dan diplomasi; pembiayaan air berkelanjutan serta pengetahuan dan inovasi.

Bali dulunya merupakan destinasi wisata andalan Indonesia dan sudah mendunia. Keindahan alam dan keragaman budaya menjadi kelebihan provinsi berjuluk Pulau Dewata ini. Salah satu jenis budaya yang membentuk kearifan lokal adalah subak.

Pakar Penyuluh Pertanian Utama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Gede Vibhuti Kumarananda menjelaskan, subak merupakan sistem perairan masyarakat Bali yang memiliki ciri sosial pertanian yang unik. Pemerintah kota mengelola air irigasi dengan semangat gotong royong memenuhi kebutuhan air.

Acara ini didasari oleh ritual keagamaan sesuai tahapan pertumbuhan padi mulai dari pengolahan tanah hingga panen dan merupakan cerminan dari ajaran Tri Hita Kirana, dimana masyarakat belajar berhubungan dengan alam dan Sang Pencipta.

Konsep Tri Hita Kirana erat kaitannya dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Yaitu Parhyangan yang diperuntukkan bagi pemujaan pura di kawasan Subak, Pawongan menandakan adanya organisasi yang menguasai sistem pengairan Subak, dan Pabelasan menandakan kepemilikan tanah atau wilayah pada masing-masing Diuji. Ketiga hal ini saling berkaitan. Untuk menjaga keseimbangan hubungan ketiga unsur tersebut maka ditetapkan peraturan yang disebut awig-awig atau paswaran/pararem.

Sistem irigasi subak sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu dan masih bertahan hingga saat ini karena dipelihara secara turun temurun. Namun cerita faktual tentang Subak dapat ditemukan dari beberapa prasasti, seperti Prasasti Trunyan (881), Prasasti Sukawana (882), dan Prasasti Bebetin (896). Belakangan, subak juga ditemukan dalam prasasti Klungkung tahun 1072 yang disebutkan sebagai sistem irigasi.

 

Berdasarkan Peraturan Daerah Bali Nomor 02/PD/DPRD/1972, subak diartikan sebagai masyarakat hukum adat sosio-agraris di Pulau Dewata yang secara historis sudah ada sejak lama dan terus berkembang sebagai suatu sistem pemerintahan negara. organisasi. irigasi sawah untuk sawah di Bali. Subak didasarkan pada prinsip paras-paros sarpa naya selulung subyan taka yang artinya saling memberi dan menerima.

Sumber air untuk subak dapat berasal dari air hujan, sungai, air tanah dan danau. Air tersebut akan dialirkan melalui saluran kecil menuju air terjun dan ditampung di sebuah bendungan yang di ujungnya terdapat terowongan. Nantinya, terowongan tersebut akan mengalirkan air di bawah tanah menuju persawahan.

Guna menjaga kelestarian dan sebagai sarana mendidik generasi penerus tentang subak, Gubernur Bali periode 1978-1988 Ida Bagus Mantra menggagas berdirinya Museum Subak yang terletak di Desa Sanggulan, Kabupaten Tabanan. Kabupaten yang terletak sekitar 35 kilometer sebelah barat ibu kota Denpasar ini dipilih sebagai lokasi Museum Subak karena memiliki jumlah subak terbanyak serta memiliki lahan pertanian dan penyimpanan beras yang luas untuk provinsi Bali.

Museum Subak diresmikan oleh Ida Bagus Mantra pada tanggal 13 Oktober 1981 dan memiliki koleksi 250 alat pertanian tradisional, seperti alat yang digunakan untuk membuka lahan untuk menyiapkan padi. Ada juga patung Dewi Sri yang merupakan simbol dari dewi padi atau dewi kesuburan.

Selain arca Dewi Sri, terdapat juga arca Angon Langka yang merupakan wujud dewi Siwa yang datang ke bumi untuk mengajari para petani cara bercocok tanam yang baik. Ada juga replika penyaluran air irigasi dengan menggunakan alat yang disebut tembuku atau pembatas ukur, namun dalam bentuk yang lebih sederhana.

 

Menurut Sari, Pembina Museum Subak dilansir Antara, setiap anggota aktif organisasi Subak mempunyai hak yang sama, yaitu sepotong air dengan syarat berbeda-beda. Ada tektek, casting, dan sparring. Satuan dasar penyalur air subak adalah tektek, yaitu bahasa Bali untuk cecah atau lebar alat penyalur air dari kayu.

Terdapat juga koleksi miniatur rumah pertanian tradisional Bali untuk keluarga. Bangunan ini dibangun atas dasar Asta Kosala-Kosali yang merupakan pengetahuan tradisional arsitektur Bali yang berisi tentang bagaimana menata lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci di Bali sesuai dengan landasan filosofis, etika dan ritual dengan memperhatikan aspek-aspeknya. konsep simbolisme, pilihan tanah. , hari baik untuk membangun rumah dan realisasinya.

Untuk melihat berbagai koleksi yang ada di ruang pameran Museum Subak, pengunjung dapat berkunjung pada hari Senin hingga Kamis mulai pukul 08.00 hingga 15.30 WITA dan pada hari Jumat pukul 08.00 hingga 12.30 WITA. Sejak dibuka, museum Subak telah banyak dikunjungi oleh wisatawan asing dan lokal, serta pelajar dan masyarakat umum.

 

Kepala UPTD Museum Subak, Si Putu Putra Eka Santi mengatakan, pengunjung Museum Subak berasal dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan muda hingga orang tua. Bagi generasi muda, Museum Subak dijadikan sebagai tempat menggali nilai-nilai sejarah yang ada pada zaman dahulu melalui koleksi-koleksi yang dipamerkan. Bagi para lansia, Museum Subak juga bisa dijadikan kenangan.

Museum Subak sering dikunjungi wisatawan lokal pada saat liburan sekolah, pertengahan tahun, dan akhir tahun. Sedangkan wisatawan asing disesuaikan dengan iklim, situasi dan kondisi di negaranya sendiri. Biaya masuk Museum Subak adalah per orang, untuk wisatawan asing dewasa Rp 15.000 dan anak-anak Rp 10.000. Sedangkan untuk wisatawan domestik dewasa Rp10.000 dan anak-anak Rp5.000.

Museum Subak merupakan sarana bagi generasi penerus untuk mempelajari sistem Subak, mempelajari berbagai jenis teknik bertani yang digunakan oleh para petani Bali sejak dulu hingga saat ini. Tujuannya agar kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun temurun dapat dilestarikan dan dilestarikan agar yang dirintis lebih awal tidak hilang.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *