Thu. Oct 10th, 2024

Toyota Harap Pemerintahan Prabowo Pulihkan Daya Beli untuk Dorong Pertumbuhan Otomotif

matthewgenovesesongstudies.com, Tangerang – PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) berharap pemerintahan baru yang dipimpin presiden terpilih Prabov Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka bisa segera memulihkan daya beli masyarakat. Menurut Wakil Ketua Direktur TMMIN Bob Azam, pemulihan daya beli menjadi prioritas sektor bisnis dan investasi.

Berbicara di BSD, Tangerang, Banten, Bob menegaskan penurunan daya beli yang terjadi saat ini merupakan permasalahan mendesak yang perlu segera diatasi pemerintah. Padahal yang menjadi prioritas kami dari dunia usaha adalah seberapa cepat pemerintahan baru ini bisa memulihkan daya beli, ujarnya, Rabu (10/9/2024).

Bob mengidentifikasi faktor utama penyebab deflasi adalah menurunnya daya beli akibat berkurangnya permintaan dibandingkan kelebihan pasokan barang. Situasi ini berdampak langsung pada pertumbuhan pasar domestik dan investasi.

“Kalau suatu negara pasarnya tumbuh maka investasi akan masuk. Kalau tidak tumbuh maka investasi tidak akan masuk. Jadi, untuk pertumbuhan diperlukan daya beli. Daya beli ini harus didukung,” jelas Bob.

Dia juga menyarankan agar pemerintah menahan diri untuk tidak menaikkan pajak. Sebab meski suku bunga di Indonesia turun, namun dampaknya belum cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bob merekomendasikan penerapan kembali kebijakan seperti Pembebasan Pajak Penjualan Barang Mewah Pemerintah (PPnBM DTP) yang berhasil mendongkrak penjualan kendaraan di masa pandemi Covid-19. “Jadi daya beli justru harus ditingkatkan melalui fasilitasi.”

TMMIN juga yakin pemerintahan baru dapat segera memberikan panduan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan sektor otomotif. “Pengalaman kami, setiap pemerintahan baru merupakan anugerah bagi industri otomotif, biasanya disertai dengan peningkatan kepercayaan diri dan arah yang baru. Kami yakin pemerintahan saat ini juga akan memberikan anugerah,” tutup Bob.

Indonesia akan kembali mengalami deflasi pada September 2024, demikian diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS). Artinya, Indonesia akan mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut hingga September 2024.

Pada September 2024 terjadi deflasi bulanan sebesar 0,12% atau penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) menjadi 105,93 pada September 2024 dari 106,06 pada Agustus 2024, demikian data BPS.

Deflasi bulanan Indonesia selama 5 bulan berturut-turut bisa menjadi indikator menurunnya permintaan atau daya beli masyarakat, perkiraan pengamat pasar modal Lanchar Nafi. Namun kondisi tersebut dapat mempengaruhi pasar modal secara tidak langsung, namun hal ini bergantung pada kondisi makroekonomi.

“Pada sisi negatifnya, deflasi bertahap mungkin mencerminkan lemahnya daya beli sehingga menimbulkan spekulasi negatif di sektor ritel, real estate, konsumsi primer dan siklis,” kata Lanjar kepada matthewgenovesesongstudies.com, Selasa (10/08/2024).

 

Ketika daya beli menurun, investor memperkirakan margin keuntungan yang diperoleh emiten akan menyusut, kata Lancher. Di sisi lain, pemasok juga harus menerapkan strategi efisiensi untuk menjaga biaya produksi terhadap harga jual yang ketat. Dengan demikian, sentimen yang berorientasi pada keuntungan akan tertekan dan investor akan lebih berhati-hati dalam berinvestasi pada aset ekuitas.

“Dampak positifnya, deflasi ini akan mendorong Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneter, dan menurunkan suku bunga untuk mendukung penurunan daya beli,” tambah Langer.

Respon positifnya adalah penurunan suku bunga instrumen obligasi. Alasannya, investor akan mencari return yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank. Dalam jangka panjang, saham-saham di sektor real estate, perbankan, konstruksi, dan teknologi lebih menguntungkan. Secara keseluruhan, Lancher mengatakan semua sektor akan terus mendapatkan keuntungan karena biaya pinjaman untuk ekspansi menjadi lebih murah.

“Tentunya obligasi dengan kupon besar dan jangka waktu panjang merupakan instrumen yang menarik. Seiring dengan penurunan suku bunga yang dilakukan perbankan di Indonesia, hal ini akan menarik minat investor terhadap instrumen obligasi, khususnya obligasi pemerintah,” jelas Lancher. Selain itu, saham-saham di sektor perbankan, real estate, konstruksi dan teknologi mempunyai peluang untuk meningkatkan biaya pinjamannya, yang akan lebih mudah dengan suku bunga yang lebih rendah.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *