Mon. Sep 16th, 2024

Tugas Guru Mendidik Siswa Indonesia Semakin Menantang, Jangan Lagi Sepelekan Kesejahteraannya

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Dunia pendidikan sedang bergerak. Ada perubahan yang mengharuskan segala sesuatunya beradaptasi, terutama guru. Tanggung jawab mereka tidak bisa dianggap remeh dalam mendidik peserta didik agar tidak hanya cerdas, namun juga mempunyai karakter yang baik.

Hal serupa juga terdengar dari Octavia Wuri Pratiwi. Pendiri Unlimited School, Gandul, Depok, mengatakan Merdeka Belajar telah menimbulkan banyak gerakan dan perubahan paradigma terkait pendidikan. Ia yakin para guru mempunyai kesempatan untuk lebih mengembangkan diri dan menciptakan ruang kelasnya agar kebebasan belajar dapat dirasakan oleh seluruh anak Indonesia.

Namun, ada tantangan. Dalam life team matthewgenovesesongstudies.com, Jumat, 4 Mei 2024, ia mengatakan tantangan terberat sebagai guru pendidikan informal yang fokus mengasuh anak putus sekolah dan anak dari keluarga ekonomi lemah adalah menciptakan pembelajaran. Lingkungan. Yang mendukung dan memotivasi mereka untuk tetap semangat belajar meski menghadapi berbagai kesulitan.

“Anak-anak yang putus sekolah bisa saja kehilangan minat belajar karena berbagai alasan, seperti pengalaman negatif di sekolah sebelumnya atau tekanan ekonomi. Anda perlu menciptakan lingkungan yang mendorong mereka dengan menyediakan kegiatan-kegiatan menarik yang relevan dengan kehidupan mereka, serta memberikan dukungan emosional yang mereka butuhkan,” kata perempuan yang akrab disapa Wuri itu.

Tanpa motivasi, anak-anak ini mungkin memiliki keterampilan belajar yang buruk. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali program pembelajaran yang sesuai dengan levelnya, termasuk pembelajaran aktif dan pembelajaran berdasarkan pengalaman.

Kondisi ekonomi yang buruk juga dapat menghambat anak untuk melanjutkan sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus bekerja sama dengan berbagai lembaga, seperti pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, untuk membantu program pembelajaran atau bantuan makanan.

“Anak-anak mungkin memiliki tantangan sosial dan emosional, seperti konflik keluarga atau tekanan dari lingkungan. Anda (guru) harus menjadi orang yang dapat diandalkan dan memberikan dukungan untuk mengatasi masalah tersebut,” tambah Wuri.

 

 

Tantangan lainnya adalah terkait keterbatasan waktu dan tenaga. Wuri menuturkan, mengurus anak putus sekolah yang kurang mampu secara ekonomi membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Terutama karena sebagian besar dari mereka tertinggal dalam prestasi akademik dibandingkan rekan-rekannya.

Guru juga perlu memberikan lebih banyak dukungan dan pelajaran tambahan untuk dipelajari siswa. Jika guru tidak bisa mengatur waktu dan tenaga dengan baik, maka kesehatan pribadinya terancam. “Mungkin kita bisa mendatangkan relawan atau membantu masyarakat untuk membantu pengelolaan pekerjaan,” ujarnya.

Tantangan sebagai guru juga dihadapi Inge Regitta Evman, guru SDN Pasar Baru 1, Kota Tangerang, Banten. Secara umum tantangan yang dihadapi hampir mirip dengan cara Wuri memperlakukan siswa di sekolah. Namun, ia lebih banyak menyoroti tentang ruang kelas yang beragam dengan kebutuhan dan tingkat kemampuan siswa yang berbeda.

Tantangan lainnya berkaitan dengan tekanan untuk memenuhi target pembelajaran dan beradaptasi dengan teknologi dan metode pengajaran yang berkembang pesat. Selain itu, guru perlu memahami dan mengatasi masalah kesehatan mental dan emosional siswa yang berkaitan dengan stres mental.

“Sejujurnya, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai standar pendidikan yang lebih baik, khususnya di Indonesia,” kata Inge yang pernah mengajar Kelas 4 SD Negeri Karawaci 13.

Di sisi lain, tugas mengajar siswa menjadi lebih berat ketika dihadapkan pada peraturan hukum, khususnya Undang-Undang Perlindungan Anak. Inge sepakat bahwa pada dasarnya undang-undang tersebut bertujuan untuk melindungi hak-hak anak dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. 

Variasi juga setuju. Ia mengatakan UU Perlindungan Anak merupakan instrumen penting yang dapat dijadikan acuan untuk mewujudkan sekolah yang aman, nyaman, dan inklusif. Selain itu, kasus pelecehan, terutama yang melibatkan siswa atau sekolah, belakangan ini banyak disorot. 

Meski demikian, Inge tidak memungkiri penerapan aturan terkadang membuat ruang gerak guru menjadi berkurang. “Misalnya dalam menegakkan kedisiplinan di kelas, guru mungkin merasa dibatasi oleh batasan yang ditetapkan undang-undang perlindungan anak. Hal ini dapat mengganggu kemampuan guru dalam mengatur perilaku siswa dengan baik tanpa melanggar hak-hak anak,” ujarnya.

Untuk itu, ia berharap para guru diberikan pelatihan dan bimbingan yang memadai dalam menghadapi situasi kompleks terkait perlindungan anak di lingkungan pendidikan. Wuri juga berpendapat bahwa keterampilan guru harus selalu dikembangkan, terutama keterampilan manusia, termasuk syarat guru harus berpikir kritis dan mampu mengendalikan emosi.

Jadi sebenarnya itu membatasi ruang gerak guru pada setiap orangnya atau tidak. Apakah guru mampu menjalankan perannya atau tidak, kata Woori.

Guru, kata Woori, harus menyadari sepenuhnya perannya sebagai guru yang mendorong perubahan di kelas dan mendorong kemandirian belajar sehingga siswa dapat mencapai keterampilan yang diharapkan. Dengan memberikan keteladanan kepada siswa, guru perlu terus belajar dengan mengasah keterampilan dan kemampuannya.

“Jika guru mempunyai sejuta cara untuk meningkatkan kemampuannya, maka kualitasnya sebagai guru juga akan meningkat dan akhirnya mereka mempunyai cara untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dan tantangan yang ada,” ujar perempuan yang telah menjadi guru sejak tahun 2003 ini.

Meski demikian, ia berharap profesi guru yang menjadi jantung pendidikan di Indonesia tetap dihormati dengan baik. Ia mengatakan, dukungan yang diharapkan guru adalah kesejahteraan dan perlindungan yang memadai dalam menjalankan tugasnya.

“Sehingga tugas mengajar tidak lagi dianggap remeh dan segala jerih payah serta perjuangannya dalam mendidik anak-anak Indonesia diapresiasi,” ujarnya.

Inge menambahkan, guru juga perlu dimotivasi melalui pelatihan yang berkesinambungan, sumber daya yang memadai karena guru memerlukan akses terhadap sumber belajar yang sesuai dan beragam, antara lain alat peraga, buku teks, perangkat lunak pengajaran, dan alat multimedia. Belum lagi cara sederhana mengelola dan berkolaborasi antar guru, baik di dalam maupun di luar sekolah, untuk meningkatkan proses pembelajaran.

“Pertukaran ide, pengalaman dan sumber daya antar rekan sejawat, dukungan kepemimpinan sekolah yang efektif berperan penting dalam mendukung guru, serta orang tua siswa untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik,” jelasnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *