Sun. Sep 8th, 2024

Tutup di Purwakarta, Bata Janji Alihkan Pekerja Kena PHK ke Pabrik Lain

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertemu dan berdialog dengan manajemen PT Shoes Bata Tbk (BATA) terkait penutupan pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, Jawa Barat. Penutupan pabrik tersebut berdampak pada 233 pekerja yang terkena PHK.

Seusai diskusi, Direktur Industri Tekstil, Penyamakan Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kementerian Perindustrian Adi Rachmanta Pandiangan mengatakan, manajemen Bata berjanji tidak hanya akan menjaga agar para pegawai yang terdampak PHK tidak hanya akan diberhentikan.

“Pekerja usia kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akan dipindahkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta,” kata Adi saat ditemui manajemen PT Sepatu Bata Tbk yang digelar, Rabu (5 Mei 2024). ).

Menurutnya, dari hasil dialog tersebut terlihat jelas bahwa keputusan penutupan produksi atau lini produksi yang dilakukan manajemen Bata Shoes berkaitan dengan strategi bisnis yang dilakukan dalam rangka reorientasi arah perdagangannya (gudang). . Hal ini merupakan langkah perseroan dalam menghadapi persaingan di industri sepatu dalam negeri. 

Direksi melaporkan, agar efisien dan memperhatikan tren pasar yang cepat dan beragam, PT Shoes Bata Tbk fokus mengembangkan produk dan desain yang sesuai dengan selera pasar, kata Adi.

Berdasarkan keterangan PT Shoes Bata Tbk, pabrik Purwakarta sebenarnya hanya sebagian kecil dari keseluruhan bisnis perseroan. Selain itu dari segi produksinya masih sangat kecil dibandingkan produsen sepatu lainnya. 

Oleh karena itu, dalam pandangan manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis, kata Adi.

Perseroan meyakini fokus pada bisnis penjualan penting untuk memulihkan kinerja dan penjualan perusahaan yang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. 

 

Adi mengatakan, PT Shoes Bata Tbk berjanji strategi bisnis ini akan memastikan produk yang dijual selalu berasal dari produsen dalam negeri yang telah bermitra, seperti PT Selamat Ide Jaya dan enam pabrik lainnya. 

“Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan yang pada akhirnya juga meningkatkan produksi di tujuh pabrik tersebut,” imbuhnya.

Menurut dia, salah satu faktor yang menyebabkan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta adalah inefisiensi produksi dan produk yang tidak memenuhi selera konsumen. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk lebih fokus pada bisnis retail.

“Dari data yang ada, sebelum penutupan pabrik sepatu Bata, karyawannya hanya 233 orang dan produksinya hanya 30 persen dari kapasitas. Di sisi lain, terjadi pula penurunan produksi pabrik dari yang pertama 3,5 juta pasang pada tahun 2018 menjadi 1,15 juta pasang pada tahun 2023,” jelasnya.

 

Akibatnya PT Shoes Bata Tbk mengalami kerugian yang semakin meningkat setiap tahunnya, nilai aset terus menurun, ekuitas menurun, dan liabilitas terus meningkat, tambah Adi.

Berdasarkan laporan yang diterima, penjualan Bata melalui toko miliknya cenderung membaik selama 2 tahun terakhir. Manajemen menyebutkan merek-merek yang bernaung di bawah payung PT Shoes Bata Tbk seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner masih bertahan di hati konsumen dan memiliki keunggulan yang cukup baik di mata konsumen.

“Kami melihat strategi ini penting bagi perusahaan karena merek alas kaki besar global fokus pada pengembangan produk dan merek,” tutup Ada.

 

Sebelumnya diberitakan, PT Shoes Bata Tbk (BATA) menutup pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat pada 30 April 2024. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perindustrian berencana memanggil manajemen perusahaan tersebut.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendry Antoni mengatakan pengurusan Bath akan segera diadakan. Ia meminta klarifikasi terkait penutupan pabrik Bata di Purwakarta.

“Industri sepatu akan kita namakan Bata,” kata Febry saat ditemui di kantor Kementerian Perindustrian di Jakarta, Senin (6/5/2024).

Ia melihat sebagian besar perusahaan Bata sendiri bergerak di bisnis retail. Sebab, produk yang dijual penuh dengan produk impor. Sementara itu, hanya sebagian kecil produsen di Indonesia yang memproduksi sepatu.

“Hanya sedikit produsen Bata yang membuat sepatu sendiri, meski bahan bakunya diimpor. Makanya kami umumkan ada kebijakan lartas (larangan dan pembatasan), dengan harapan kebijakan lartas alas kaki bisa dimanfaatkan oleh industri alas kaki nasional, ujarnya.

Dia mengatakan, hal itu berlaku untuk produk jadi yang diimpor ke Indonesia. Pada saat yang sama, bahan mentah tidak dikenakan pembatasan impor untuk industri.

Ia berharap perusahaan sepatu seperti Bata bisa memanfaatkan hal ini untuk mendorong pembangunan pabrik di Tanah Air. Harapannya, hal ini bisa membuka lapangan kerja.

“Kami menyarankan (Bata) juga memperkuat pabriknya di Indonesia. Kebijakan lartas adalah mendorong investasi industri alas kaki pada sektor industri yang terkena dampak lartas untuk membangun pabrik di Indonesia,” ujarnya.

Soal alasan penutupan pabrik Bata di Purwakarta, Febry tak mau berspekulasi. Sebab, dalam posisi tersebut, Kementerian Perindustrian berperan sebagai regulator industri. “Kita ikuti saja beritanya, strategi bisnisnya apa? Kita tidak bisa berbuat apa-apa, kita regulatornya,” tutupnya.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *