Mon. Sep 16th, 2024

Wisatawan Australia Keluhkan Ubud yang Tak Seperti Dulu, Dianggap Lebih Buruk dari Canggu

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Ubud sebagai salah satu destinasi wisata di Bali memang menjadi “mimpi buruk” bagi wisatawan Australia yang gemar berkunjung ke kawasan tersebut. Hal ini diunggah di media sosial oleh banyak orang yang menilai Bali sangat aktif dan sibuk.

Dari Daily Mail Minggu (5/5/2024) Wisatawan mengeluhkan Bali yang padat wisatawan. Salah satu daerah yang diperkirakan paling banyak berubah akibat masuknya pendatang adalah Ubud.

Ubud terletak di antara pegunungan di Bali tengah dan terkenal dengan budaya dan wisata alamnya yang kuat. Di sini wisatawan bisa menemukan hutan tropis, perumahan mewah, pasar tradisional, pura, dan persawahan yang luas.

Namun keindahan tersebut menarik jutaan wisatawan untuk mencicipi keindahan Bali yang menawan dan membuat wajah kawasan itu menjadi “kacau”. Wisatawan mengeluh Bali jauh dari kata menyenangkan bahkan penuh kemacetan.

“Apa yang terjadi dengan Ubud? Saya tiba sore ini dan sangat kecewa dengan kemacetan dan keramaiannya,” tulis wanita itu di Reddit.

Ia mengaku terakhir kali berkunjung ke Ubud 14 tahun lalu dan tak ingat betapa ramainya kawasan tersebut. Dikunjungi pada April lalu, ia mengakui situasi di Ubud jauh lebih buruk dibandingkan Canggu yang terkenal dengan kebisingannya.

Banyak turis Australia lainnya yang setuju dengan wanita tersebut. Salah satunya mengaku mendapat pengalaman buruk saat berkunjung ke Ubud karena tidak bisa menikmati atraksi budaya yang diharapkannya karena dihalangi banyak orang.

Wisatawan lain mengatakan hotel mereka menawarkan layanan antar-jemput ke pusat kota, namun harus menghentikan layanan selama bulan-bulan puncak perjalanan karena kemacetan.

“Kami pertama kali pergi ke Ubud pada bulan Agustus 2017, jadi saat itu sedang high season dan lalu lintas sangat buruk. Lalu kami pergi pada bulan Februari tahun ini (2024) dan lalu lintas di low season lebih buruk daripada Agustus 2017!” tulis turis itu.

Menurut turis yang tidak disebutkan namanya itu, sopir hotel tidak bisa mengantar tamu ke pusat kota Ubud karena lalu lintas padat selama bulan-bulan liburan seperti Juni, Juli dan Agustus. “Ini benar-benar gila,” katanya. 

Banyak yang berpendapat bahwa para wisatawan ini sebaiknya menghindari kawasan selatan Bali yang sibuk. Beberapa merekomendasikan menuju utara untuk menemukan “Ubud tersembunyi” yang memberikan keseruan yang sama besarnya dengan kawasan wisata terkenal ini.

“Naik taksi 20 menit ke utara menuju kawasan sekitar Tegalallang dan seperti Ubud 20 tahun lalu,” saran seseorang.

“Saya berjalan sekitar 3 kilometer di luar, dan bila perlu, saya pergi ke pusatnya,” sahut yang lain sambil membagikan triknya.

Bali sedang menghadapi masalah pariwisata yang diyakini telah merugikan banyak wisatawan dan operator tur di pulau dewata. Situasi pariwisata ini diyakini mencapai puncaknya pascapandemi, dimana arus wisatawan mancanegara dan lokal ke Bali semakin meningkat.

Menanggapi isu pariwisata, Kepala Dinas Pariwisata Daerah Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan, menariknya pariwisata di Bali mungkin karena sebaran wisatawan mancanegara yang belum merata. Diakuinya, pihaknya sudah menyiapkan rencana perjalanan bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Jawa tetangganya. 

Mungkin karena konsentrasi wisman (wisman) berada di Bali Selatan, ujarnya dalam pengarahan mingguan bersama Sandi Uno, Senin, 29 April 2024, secara hybrid. Kawasan Bali bagian selatan seperti Denpasar, Tabanan dan Badung sudah lama menjadi pusat wisata wisatawan mancanegara karena memiliki pantai yang terkenal dan banyak objek wisata yang unik.

Thjok mengatakan, Dinas Pariwisata Bali sedang melakukan revitalisasi dan pembangunan infrastruktur di berbagai kawasan wisata di Bali utara, barat, dan timur, selain masalah regulasi pariwisata. Ia juga berfungsi untuk mendukung infrastruktur pariwisata seperti jalan.

“Kami telah meningkatkan fasilitas dan aksesibilitas di Pura Besakih. Kami juga telah bekerja sama dengan Paramount di Bali Barat, khususnya Jembrana,” kata Tjok.

Selain Jembran, banyak daerah lain yang juga berkembang dan mudah diakses. Misalnya saja pembangunan Menara Suryapada di Bali Utara, jalan tol menuju Singaraja yang sedang rampung, serta jalan niaga yang sedang dibangun dari Bali Barat hingga Mengwi.

“Kami berharap pariwisata ini dapat dikurangi dengan menciptakan dan meningkatkan atraksi wisata,” kata Tjok.

Namun konsultan perjalanan dan bisnis Adyatama, Nia Niskaya, tak sependapat. Karena banyaknya pengunjung ke Bali, rasanya mustahil untuk mendapatkan pengalaman wisata.

“Kalau kita lihat jumlah wisman yang datang ke Indonesia tahun 2019 sebanyak 16,11 juta orang, tahun 2023 menjadi 11,68 juta orang, kita tidak akan kembali ke masa epidemi di negeri ini,” jelasnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *