Sat. Sep 7th, 2024

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Masalah sampah makanan semakin meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Hal ini tidak hanya menjadi masalah kesehatan masyarakat, namun juga masalah lingkungan.

Salah satu penyebab permasalahan food waste adalah banyaknya makanan yang terbuang di berbagai sektor, mulai dari pertanian, distribusi, hingga pangan. Hal ini menyebabkan peningkatan sampah makanan yang tidak hanya merugikan perekonomian tetapi juga merusak lingkungan.

Berdasarkan data yang dipublikasikan, Indonesia merupakan produsen pangan terbesar keempat di dunia, setelah Tiongkok, India, dan Nigeria.

Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Sumber Daya Alam dan Kehutanan (KLHK) mengatakan dalam program Climate Talk matthewgenovesesongstudies.com pada Jumat (22/3/2024), “Berdasarkan data tahun 2023, total sampah makanan di Indonesia sudah mencapai 41,7% dibandingkan seluruh sampah yang ada di luar sana.

Menurut Norrizal Tahar, penyebab utama permasalahan ini adalah kebiasaan masyarakat Indonesia yang memasak atau membeli makanan lebih banyak dari yang dibutuhkan tubuhnya.

Berbeda dengan Jerman yang sudah mengembangkan teknologi dan sistem terdepan. Direktur Iklim dan Lingkungan Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, Maike Lorenz, menjelaskan pengelolaan sampah di Jerman kini terorganisir dan efisien.

“Di Jerman, sampah dikumpulkan secara terpisah dari sampah rumah tangga, artinya sampah makanan sebagian besar dikumpulkan sebagai sampah dan kemudian dijadikan kompos,” kata Maike Lorenz.

Pada tahun 2020, pembuangan sampah di Jerman mencapai 11 juta ton dan sebagian besar sampah makanan berasal dari sampah rumah tangga, bukan dari restoran atau negara lain.

Sekitar 59% sampah ini berasal dari sisa makanan, sekitar 78 kilogram per orang per tahun. Angka ini bisa dikatakan tinggi karena 1/3 kerusakan tersebut berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran.

Menurutnya, makanan yang belum diolah akan lebih mudah disimpan dan digunakan kembali jika diperlukan di lain waktu.

Beda kalau sayur dan buahnya masih segar, lebih mudah menyimpan makanan yang belum diganti karena kita bisa menyiapkannya dan menggunakannya kembali, jelasnya.

Tidak ada hukuman khusus yang dikenakan Jerman kepada orang-orang yang melanggar undang-undang pengelolaan sampah, namun untuk mengatasi masalah sampah makanan yang terus bertambah, negara tersebut memiliki langkah-langkah pengelolaan sampah untuk mengurangi sampah makanan bagi warganya.

Mike Lorenz mengatakan masyarakat harus meninggalkan sampahnya. Oleh karena itu, bagian sampah yang tidak dapat ditempatkan pada tempat khusus akan dikenakan biaya tambahan untuk pengumpulannya.

Menurut Mike Lorenz, sampah yang dapat didaur ulang memiliki biaya pengumpulan yang rendah. Hal ini bertujuan untuk mendorong masyarakat agar lebih memperhatikan jenis sampah yang dihasilkannya dan memilih membuang sampah dengan cara yang ramah lingkungan dan hemat biaya.

Makanya sampahnya kita pisahkan sesuai jenisnya, karena sampah yang tidak masuk kategori itu akan kita bayarkan lagi,” kata Maike Lorenz.

Menurut Kementerian Pangan dan Pertanian Jerman, terdapat Strategi Global untuk Mengurangi Sampah Makanan yang diluncurkan pada Februari 2019 yang bertujuan untuk mengurangi sampah makanan dari awal hingga akhir waktu makan.

Jerman, jelas Maike Lorenz, terus mengumpulkan data untuk mengetahui sektor mana yang dapat menghindari limbah makanan guna merencanakan dan menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi limbah makanan.

Dengan cara ini, Pemerintah Jerman berharap dapat mencapai tujuan pengurangan sampah dan sisa makanan di Jerman pada tahun 2030.

Seiring dengan meningkatnya jumlah sampah di Indonesia dan Jerman, kedua negara kemudian berubah untuk mengatasi masalah tersebut secara bertahap.

Indonesia memiliki ‘Surplus Indonesia’, program penghematan pangan pertama di negara ini, yang bertujuan untuk mengatasi masalah limbah makanan dengan menjual kelebihan makanan dengan harga 50% lebih murah di banyak daerah.

Program ini menghemat 100.000 ton makanan dan mencegah kerugian ekonomi hingga 2,3 miliar akibat pembusukan makanan.

Residual income Indonesia tumbuh sebesar 21% setiap bulan dan setiap tahunnya terus bertambah hingga startup yang menggunakan teknologi perlindungan lingkungan ini bekerja di banyak tempat di Indonesia untuk menjangkau lebih banyak orang.

Dengan lebih dari 200.000 pengguna dan lebih dari 4.000 pengecer makanan dan minuman. Pada tahun 2023, proyek ini bertujuan untuk menghemat 100 ton makanan, mencegah kerugian bisnis sebesar 1,5 miliar, dan mencegah emisi CO2 yang dapat disebabkan oleh penyimpanan makanan.

Jerman sendiri memiliki TooGoodtoGo, sebuah aplikasi gratis yang menghubungkan perusahaan makanan dengan konsumen untuk menjual makanan massal dengan harga terendah.

Restoran, toko roti, rumah makan, motel, dan supermarket dapat menggunakan program ini untuk menyediakan makanan tambahan kepada pelanggan yang memilih untuk melakukannya.

Pelanggan membeli dan membayar langsung melalui aplikasi, dan hanya perlu mengambil makanan yang mereka butuhkan tepat waktu.

Pelanggan dapat menyaring makanan dan membayar kurang dari setengah biaya awal penggunaan aplikasi, sehingga memudahkan.

Kedua proyek ini merupakan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah sampah di negaranya.

Sekadar informasi, di Jerman terdapat berbagai program yang digunakan untuk membantu pengelolaan pangan agar tidak melampaui permasalahan yang bisa diterima di Indonesia.

Salah satunya adalah Pekan Aksi Pangan yang diselenggarakan oleh Kementerian Federal Pangan dan Pertanian (BMEL) bekerja sama dengan pemerintah dan mitranya.

Minggu kerja ini bertujuan untuk mengumpulkan ide produk dari berbagai sektor industri makanan, memberikan informasi, dan mendorong pertukaran.

“Program ini merupakan bagian dari Strategi Nasional Pengurangan Sampah Makanan di Jerman yang dapat diadopsi di negara kita,” kata Maike Lorenz.

Selain itu, dipimpin oleh WWF di Jerman, lanjut Maike Lorenz, sebelas langkah telah dikembangkan untuk mengurangi sampah makanan, terutama saat makan di luar rumah.

“Langkah-langkah tersebut antara lain kebijakan untuk mengurangi sisa makanan di prasmanan dengan menggunakan piring yang lebih kecil dan mengisi kembali prasmanan bila diperlukan. Restoran juga disarankan untuk selalu menyajikan hidangan dengan porsi lebih kecil dan makanan yang berbeda,” jelas Mike Lorenz.

Hal ini, tambah Mike Lorenz, bertujuan untuk menyederhanakan proses makanan dan penyimpanan, serta mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan.

Dengan mengadopsi program-program ini, kami percaya bahwa program-program ini dapat membantu mengurangi jumlah sampah dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan pangan yang baik di Indonesia.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *