Sun. Sep 8th, 2024

matthewgenovesesongstudies.com, Yogyakarta – Sri Sultan Hamung Kubuwono IV lahir dengan nama Gusti Laden Mas (GRM) Ibnujarot pada 3 April 1804. Ia merupakan putra Sultan Hamon Kubuwono III dan Putri Gusti Kanjirathu (GKR) Hagen.

Menurut kratonjogja.id, saat usianya baru delapan tahun, ayahnya diangkat menjadi Sultan pada 21 Juni 1812 dan diangkat menjadi Putra Mahkota. Sri Sultan Hamengku Buwono IV.

Saat itu, usianya masih sangat muda, baru berusia 10 tahun. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IV, ia didampingi oleh para wali raja, salah satunya adalah Pangeran Notokusumo yang bergelar Paku Alam I.

Perwalian Paku Alam I berlangsung hingga Sultan mencapai usia remaja. Sebelum penyerahan kekuasaan Inggris kepada Belanda pada tahun 1816, jabatan pemelihara kekuasaan sehari-hari dipegang oleh ibunda Sultan (Ratu Ibu) dan Patti Denurejo IV.

Sultan Hamengku Buwono IV mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan kakak laki-lakinya, Pangeran Diponegoro. Bahkan saat raja disunat pada 22 Maret 1815, Pangeran Diponegoro menutup mata adiknya dengan tangannya.

Pangeran Diponegoro juga menaruh perhatian besar terhadap pendidikan raja. Pangeran di Bonegro sering bertemu dengan Sultan dan menceritakan kepadanya kisah-kisah keutamaan dari kitab Fatih al-Mulk dan raja-raja khayalan Arab dan Suriah. Tak hanya itu, sang pangeran juga sering membaca kitab-kitab penting lainnya seperti Serat Ambiya, Tajas Salatin, Hikayat Makutha Raja, Serat Menak, Babad Keraton, Arjun Sasrabahu, Serat Bratayudha dan Rama Badr”.

Seiring berkembangnya pengaruh Partih Danurejo IV di Kesultanan, hubungan keduanya menjadi tegang. Partih Danurejo IV lebih menyukai sistem penyewaan tanah kepada sektor swasta, sebuah praktik yang membawa penderitaan bagi rakyat Sudan.

Partih Denurejo IV juga menempatkan saudaranya pada posisi yang strategis. Hubungan Pangeran Diponegoro dan Patih Danurjo IV memburuk pada masa Garebeg Sawal pada 12 Juli 1820.

Saat itu. Sultan sudah memerintah secara mandiri tanpa pelindung. Di hadapan Sultan, Pangeran Dibonégoro pernah mengkritik Partih Denurejo IV karena menyewakan tanah kerajaan Rejoongan.

Sultan Hamengku Buwono IV wafat pada tanggal 6 Desember 1823 (22 Rabin Gulawal 1750), hanya dua tahun setelah ia mulai memerintah secara mandiri. Beberapa catatan menyebutkan bahwa ia meninggal setelah kembali dari kunjungan ke panti jompo.

Belakangan namanya dikenal dengan nama Sultan Seda Besiar. Sri Sultan Hamunku Buwono IV dimakamkan di Pajamatan Astana Besiaram di Imogiri.

Sultan Hamung Kubuwono IV mempunyai 18 orang anak dari sembilan istri. Namun, sekitar sepertiga dari anak-anak mereka meninggal saat masih kanak-kanak. Penggantinya adalah Gusti Raden Mas Gatot Menol, putra Ratu GKR Kenkono yang hanya terpaut 3 tahun lebih tua darinya.

Meski masa kemerdekaannya hanya bertahan dua tahun, Sultan Hamengku Buwono IV menghadiahkan artefak berupa dua unit mobil yang saat ini disimpan di Museum Otomotif Keraton Yogyakarta. Dua mobil berukuran lebih kecil bernama Kyai Manik Retno dan Kyai Jolodoro dirancang untuk kebutuhan maritim Sudan.

(Resala)

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *