Sat. Jul 27th, 2024

Owa Jawa Lebih Setia dengan Pasangan Dibanding Manusia

matthewgenovesesongstudies.com, Jambi – Ada yang bilang kesetiaan mudah diungkapkan tapi sulit dilaksanakan. Mulai dari pasangan muda hingga pasangan lanjut usia, tidak jarang pasangan memutuskan untuk bercerai. Penyebabnya adalah salah satu atau bahkan keduanya tidak setia.

Kalau soal kesetiaan, ternyata ada hal yang lebih besar dari manusia. Itu adalah siamang jawa, di sumatera disebut Siamang. Para ilmuwan mengatakan bahwa mamalia ini memiliki kesetiaan paling besar terhadap pasangannya dibandingkan hewan lainnya. Bahkan orang-orang.

Salah satu peneliti yang telah mendedikasikan 20 tahun untuk upaya konservasi Owa Jawa adalah Anton Ario. Sehari-harinya ia bekerja sebagai program manager di Java Gibbon Center (JGC) yang berlokasi di Komplek Taman Rekreasi Lido, Jalan Raya Bogor-Sukabumi, KM 21 Cigombong, Lido, Bogor.

JGC adalah lembaga yang didirikan pada tahun 2003. bekerja sama dengan PHKA Kementerian Kehutanan dan Yayasan Owa Jawa yang didukung oleh Convervation International Indonesia, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrang (TNGGP), Universitas Indonesia dan Silvery Gibbon Project (SGP).

“JGC merawat Owa Jawa dari penyitaan dan menyerahkannya kepada komunitas relawan,” kata Anton saat memberikan pidato pada lokakarya keanekaragaman hayati yang dihadiri oleh 18 jurnalis dari berbagai media Indonesia di sebuah hotel di kawasan Lido, Sukabumi, sebelah barat. Jawa, Kamis, 27 Juli 2017

Menurut Anton, Owa Jawa (Hylobates Moloch) merupakan primata arboreal yang hidup di hutan hujan. Makanannya terdiri dari buah-buahan, daun-daunan dan serangga. Satu keluarga Owa Jawa biasanya terdiri dari sepasang orang tua dan beberapa anak yang tinggal di wilayahnya. Owa jawa merupakan satwa endemik Pulau Jawa.

Owa Jawa terdaftar sebagai Sangat Terancam Punah (IUCN, 2004). Ancaman internal terhadap mereka mencakup hilangnya habitat, perburuan, dan perdagangan hewan peliharaan. Beberapa penelitian memperkirakan populasi global mereka tetap sekitar 4.000 individu. Populasi kecil yang masih tersisa di alam liar dan terisolasi membuka kemungkinan mereka mengalami kepunahan.

Anton menjelaskan, berdasarkan pengamatannya selama puluhan tahun, gaya hidup Owa Jawa tergolong unik, sangat berbeda dengan mamalia pada umumnya. Seperti halnya manusia, Owa Jawa hidup berkeluarga, tinggal di rumah atau wilayah. Luas wilayah satu keluarga owa jawa adalah 10-17 hektar.

Setiap keluarga Owa Jawa juga merupakan tetangga dari keluarga lain yang tinggal di wilayah lain. Istimewanya, sebagai sebuah keluarga, mereka tidak saling mengganggu. Bahkan antar keluarga, mereka memiliki zona non-teritorial khusus. Area khusus ini dapat digunakan bersama oleh keluarga. Kawasan ini biasanya berisi berbagai bahan makanan yang dibutuhkan keluarga Owa Jawa.

Hal unik lainnya adalah kesetiaan Owa Jawa terhadap pasangannya. Bisa dikatakan hanya kematian yang bisa memisahkan sepasang Gibbon. Hal ini diketahui dari pengamatan Anton yang belum pernah menemukan Owa Jawa yang mampu kawin kembali setelah pasangannya menghilang, mati atau musnah.

Yang terjadi adalah Owa Jawa akan stres, sakit, dan bisa mati jika pasangan atau anaknya hilang. Selain perburuan dan perdagangan ilegal, sifat monogami ini membuat reintroduksi dan upaya peningkatan populasi Owa Jawa cukup sulit dilakukan.

“Jadi saya tidak melebih-lebihkan jika saya mengatakan bahwa memakan satu ekor Owa Jawa sama dengan membunuh empat orang. Saling mempengaruhi, dan pada tingkat stres yang tinggi mereka mudah mati,” jelas Anton.

Tonton video menariknya di bawah ini:

Menurut Anton, hal terpenting dalam peningkatan populasi Owa Jawa adalah perkawinan atau pacaran. Sebelum dilepasliarkan, Owa Jawa harus mencari pasangan terlebih dahulu. Namun upaya tersebut bukanlah proses yang mudah. Owa jawa membutuhkan waktu beberapa tahun untuk hidup berpasangan sebelum dilepasliarkan ke alam liar.

“Perkawinan Owa Jawa rata-rata berlangsung hingga tiga tahun, karena mereka sangat selektif dalam memilih pasangannya,” kata pria berkacamata itu.

Karena proses perkawinannya yang rumit, sejak didirikan pada tahun 2003, JGC baru bisa melepas pasangan owa jawa pertamanya pada tahun 2013.

Populasi Owa Jawa tersebar di hutan-hutan Jawa Barat dan sebagian kecil di Jawa Tengah. Khusus di Jawa Barat, habitat terbesar Owa Jawa terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, Halimun-Salak dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrang (TNGGP).

Populasi owa jawa semakin terancam akibat perburuan dan perusakan habitat. Tak hanya itu, upaya peningkatan jumlah penduduk juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Biaya operasional termasuk kebutuhan pangan dan kesehatan per individu Owa Jawa berkisar Rp 1.250.000 per bulan.

Untuk itu JGC mengajak masyarakat untuk mendukung upaya peningkatan populasi Owa Jawa melalui Program Adopsi Owa Jawa. Dimana setiap orang baik individu maupun kelompok dapat mengadopsi satu atau lebih individu Owa Jawa.

Program adopsi ini bukan berarti memiliki atau memelihara owa jawa di dalam rumah, melainkan memberikan kontribusi langsung dengan memberikan bantuan dana terhadap kebutuhannya selama masa rehabilitasi, yang berlangsung minimal enam bulan, satu tahun atau lebih.

Selain perburuan dan perdagangan ilegal, keberadaan Owa Jawa juga terancam oleh modernisasi pembangunan di sekitar habitat Owa Jawa. Salah satunya terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrang (TNGGP).

Merujuk situs MNC Land (mncland.com), mega proyek seluas 3.000 hektar bernama MNC Lido City saat ini sedang dibangun di Kecamatan Lido, Bogor. Kawasan yang berbatasan dengan TNGGP dikatakan sebagai tujuan hiburan dan gaya hidup terbaik yang belum pernah ada sebelumnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, MNC Land menggandeng Trump Hotel Collection yang tak lain adalah jaringan hotel bintang enam milik konglomerat dan Presiden AS Donald Trump.

Sebagian kawasan Lido akan diubah menjadi resor bintang enam melalui Komunitas Trump. Di dalamnya akan dibuka lapangan golf kelas dunia yang dirancang oleh salah satu desainer golf terkemuka dunia, Ernie Els. Apalagi kawasan ini akan dihiasi dengan banyak vila, vila, dan gedung apartemen eksklusif dan ultra-mewah.

Berbicara mengenai rencana pembangunan resor yang berada tepat di sebelah wilayah TNGGP, Anton Ario mengaku diundang untuk membicarakan pengembangan resor tersebut.

“Sekecil apapun perluasannya, pasti ada dampaknya. Tinggal bagaimana kita meredamnya,” kata Anton.

Ia mengusulkan agar dibangun garis demarkasi atau zona antara resor dan kawasan TNGGP. Hal ini untuk meminimalisir gangguan terhadap satwa taman nasional akibat aktivitas di kawasan resor.

“Selain aktivitas manusia, hewan juga sangat sensitif terhadap suara, aktivitas kendaraan, dan cahaya. Hal ini perlu diperhatikan,” ujarnya.

Asep (45), warga kawasan Lido, mengatakan mega proyek MNC Land sudah hampir dua tahun dicanangkan. Salah satu titik terdekat dengan perbatasan TNGGP adalah Danau Lido di Desa Bedogol.

“Ada tembok pembatas proyek di depan kawasan lindung. Jaraknya tidak terlalu jauh,” kata Asep.

Menurut www.gedepangrango.org, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) adalah sebuah taman nasional yang terletak di provinsi Jawa Barat. Didirikan pada tahun 1980, taman nasional ini merupakan salah satu yang tertua di Indonesia. Luas wilayahnya 152 kilometer persegi atau 22.851,03 hektar.

Secara administratif kawasan TNGGP terbagi menjadi tiga kabupaten, yaitu Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Sementara lokasi penyelenggaraannya yakni Balai TNGGP berada di Kecamatan Cibodas.

Daerah ini ditutupi dengan hutan tropis pegunungan. Tempatnya cukup mudah untuk dijangkau. Dalam kondisi normal, TNGGP hanya berjarak dua jam perjalanan atau sekitar 100 kilometer dari ibu kota, Jakarta.

Di dalamnya Anda bisa menemukan kawasan hutan TNGGP dengan beragam flora dan fauna. Mulai dari ‘Pohon Raksasa’ Rasamala, ‘Pemburu Serangga’ atau tanaman kantong semar (Nephentes spp.). Berbeda dengan jenis anggrek hutan, bahkan ada beberapa jenis tumbuhan yang namanya belum diketahui secara ilmiah, misalnya saja jamur bercahaya.

Selain tumbuhannya yang unik, kawasan TNGGP juga menjadi rumah bagi beragam satwa liar. Terdapat spesies kepik raksasa, kepik, lebih dari 100 spesies mamalia seperti rusa, marmut, anjing hutan, macan tutul, sigung dan banyak lagi. Selain itu, terdapat 250 jenis burung.

Kawasan ini juga menjadi rumah bagi owa jawa, surili dan lutung, serta elang jawa yang semuanya berada di ambang kepunahan.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *