Sat. Jul 27th, 2024

Beda Pendapat Dinas Pariwisata dan Kemenparekraf Tanggapi Tudingan Overtourism di Bali

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Bali kembali menjadi sorotan karena diyakini akan menghadapi overtourism. Media asing, termasuk Chanel News Asia, bahkan menyoroti secara khusus kondisi pariwisata di Pulau Dewata dengan menerbitkan artikel berjudul “Bukankah Bali Seperti Dulu?” Inilah yang telah dilakukan oleh pariwisata berlebihan terhadap pulau ini” selama beberapa waktu. 

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun berpendapat, kesan pariwisata berlebihan di Bali kemungkinan besar disebabkan oleh distribusi wisatawan mancanegara yang tidak merata. Diakuinya, pihaknya sudah menyiapkan travel itinerary bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Jawa tetangganya. 

“Mungkin karena konsentrasi wisatawan mancanegara (wisman) di Bali selatan cukup besar,” ujarnya hibrid di The Weekly Brief bersama Sandi Uno, Senin, 29 April 2024. Zona selatan Bali seperti Denpasar, Tabanan dan Badung telah lama menjadi pusat wisata wisatawan mancanegara karena memiliki pantai-pantai populer dan beberapa atraksi unik.

Tjok mengatakan, selain pola perjalanan, Dinas Pariwisata Bali juga tengah melakukan revitalisasi dan pembangunan infrastruktur di beberapa kawasan wisata di wilayah utara, barat, dan timur Bali. Pemerintah juga berupaya mendukung infrastruktur pariwisata seperti jalan raya.

“Di Pura Besakih, kami telah meningkatkan destinasi dan akses. Kami juga bekerja sama dengan Paramount di Bali Barat, khususnya di Jembran,” kata Tjok.

Selain Jembrana, beberapa kawasan lain juga sedang diperbaiki dan diperluas aksesnya. Misalnya saja pembangunan Menara Suryapada di Bali Utara, pembangunan akses pintas ke Singaraja yang sedang dimulai, dan jalan tol Bali Barat hingga Mengwi yang sedang dalam tahap pembangunan.

“Kami berharap dengan menciptakan dan meningkatkan daya tarik wisata, overtourism bisa diminimalisir,” kata Tjok.

 

Namun, pakar pariwisata dan ekonomi kreatif terkemuka Adyatama, Nia Niscaya, tidak sependapat. Ia meyakini, kecil kemungkinan Bali akan mengalami pariwisata berlebihan akibat kunjungan berlebihan.

“Kita lihat jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia tahun 2019 sebanyak 16,11 juta orang, sedangkan tahun 2023 sebanyak 11,68 juta orang, artinya secara nasional kita tidak akan kembali ke masa sebelum pandemi,” jelasnya.

Lebih lanjut Nia menjelaskan, kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali masih belum melampaui angka tahun 2019. Pada tahun 2023, jumlah kunjungan wisman ke Bali hanya sebanyak 5,2 juta orang, masih berkurang 1,1 juta orang dibandingkan tahun 2019.

Hal ini juga dibuktikan dengan data terkini Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan sekitar 860.000 orang mengunjungi Bali dalam dua bulan, Januari hingga Februari 2024. wisatawan mancanegara. Jumlah tersebut masih lebih rendah dibandingkan jumlah kedatangan pada dua bulan awal tahun 2019 yang sebanyak 883 ribu. turis asing.

“Jadi kalau dianggap overtourism, maka secara statistik belum sampai pada titik itu,” kata Nia.

Meski demikian, dia tak memungkiri ada faktor lain, misalnya saja yang menyebabkan Bali mengalami overtourism. “Mungkin ada faktor penyebaran yang terkonsentrasi di selatan,” ujarnya.

 

Baru-baru ini, ada banyak pembicaraan di seluruh dunia tentang pariwisata yang dianggap sebagai pariwisata yang berlebihan. Salah satu item yang masuk dalam daftar adalah Bali.

Dikutip dari Responsibletravel.com, overtourism terjadi ketika terlalu banyak wisatawan berduyun-duyun ke suatu destinasi tertentu. Meskipun frasa “terlalu banyak” merupakan istilah subjektif, istilah ini di setiap resor didefinisikan oleh penduduk setempat, tuan rumah, pemilik bisnis, dan wisatawan.

Secara khusus, tampaknya jumlah akomodasi swasta yang disewakan meningkat karena banyaknya wisatawan, jalan-jalan sempit yang penuh dengan wisatawan, punahnya satwa liar, atraksi wisata yang tidak dapat dilihat karena kepadatan yang berlebihan dan degradasi lingkungan yang diakibatkannya sejumlah besar orang. Ini semua merupakan tanda-tanda overtourism.

Industri pariwisata, seperti industri lainnya, harus memiliki rencana berkelanjutan terhadap alam dan masyarakat yang tinggal di kawasan wisata. Kenyataannya, banyaknya wisatawan yang datang ke suatu destinasi wisata tidak bisa dilihat hanya dari sisi positifnya saja, dibalik itu ada dampak negatif yang mulai terasa.

 

 

Komo Travel Mart edisi kelima akan kembali digelar tahun ini pada tanggal 6 hingga 9 Juni 2024 di Golo Mori Convention Center di Labuan Bajo. Acara yang akan dihadiri oleh berbagai pedagang dari berbagai negara di dunia ini diharapkan dapat berdampak pada peningkatan pariwisata dan perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kabupaten Manggarai Barat.

“Ini adalah destinasi prioritas, bahkan premium, yang membawa nilai-nilai berkelanjutan. Penting sekali bagi kami untuk mengkomunikasikan hal ini kepada masyarakat, wisatawan, dan calon pengunjung,” kata Fransiskus Xaverius Teguh, Pj Direktur Utama (Dirut) Badan Pengurus Badan Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) di acara yang sama.

Frans mengatakan terselenggaranya program ini merupakan hasil kerja sama seluruh pemangku kepentingan Flores dan NTT secara keseluruhan. Hingga saat ini, Komodo Travel Mart menargetkan menarik 150 pembeli dari berbagai negara di dunia.

“Kami berharap budaya, petualangan, satwa liar, dan taman nasional muncul dari potensi sumber daya yang luar biasa. Dengan hadirnya Komodo Travel Mart yang kelima ini, kami ingin menghadirkan event yang bertaraf internasional”, kata Frans.

 

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *